DAFTAR
ISI
Materi
1 : Gereja Dan PAK Di Indonesia...................................................................... 2
Materi
2 : Sekolah Dan PAK Di Indonesia.................................................................... 4
Materi
3 : PAK Dalam Konteks Masyarakat Indonesia................................................ 6
Materi
4 : Pemahaman PAK............................................................................................ 8
Materi
5 : Realitas Pluralisme Masyarakat Indonesia ............................................... 10
Materi
6 : Pluralisme Masyarakat Di Indonesia........................................................... 12
Materi
7 : PAK Dalam Masyarakat Majemuk................................................................ 14
Materi
8 : PAK Dan Keterbukaan.................................................................................. 16
Materi 9
: Prinsip-Prinsip PAK Dalam Masyarakat Majemuk.................................... 18
Materi
10 : Sikap Yang Perlu Di Hindari Dalam Masyarakat Majemuk................... 20
Materi
11 : Pendekatan PAK Dalam Masyarakat Majemuk....................................... 22
Materi
12 : Strategi PAK Dalam Masyarakat Majemuk............................................... 24
Materi
13 : Pengembangan Model PAK....................................................................... 26
Daftar
Pustaka.................................................................................................................. 28
MATERI I : GEREJA DAN PAK DI
INDONESIA
A. PAK
Dalam Konteks Gereja
1. Tugas
Utama Gereja
Bagi gereja PAK adalah
tugas utama dan harus mendapat tempat penting dari seluruh pelayanannya. Gereja
yang terlalu menekankan pada pelayanan ibadah dan khotbah dan mengabaikan
pengajaran akan gereja yang timpang.
2. Merupakan
Usaha Sungguh-sungguh
Bagi gereja PAK
bukanlah usaha sambilan atau kelas dua dalam pelayanan jemaat, tetapi haruslah
merupakan usaha sungguh-sungguh.
3. Berkesinambungan
Agar memperoleh hasil
yang maksimal penyelenggaraan PAK haruslah merupakan usaha berkesinambungan dan
terus-menerus.
4. Ruang
Lingkup PAK Dalam Gereja
Dalam tradisi
gereja-gereja yang ada, pada umumnya pelayanan di dalam gereja dibagi dalam
komisi-komisi.
B. PAK
Dalam Konteks Sekolah
1. Kurikulum
Pendidikan Agama Kristen
Keberhasilan PAK
tidak hanya terletak pada tersusunnya materi kurikulum yang baik, tetapi juga
ditentukan oleh faktor-faktor lain. Jika kurikulum baik tetapi mutu guru tidak
baik maka hasilnya juga tidak akan baik. Kurikulum baik, guru baik tetapi
sarana dan prasarana tidak baik, hasilnyapun tidak akan maksimal.
2. Mutu
dan Kualitas Guru PAK
Kurangnya guru-guru
agama Kristen menjadi hambatan utama, karna formasih pengangkatan guru agama
Kristen jauh dari kebutuhan-kebutuhan yang ada. Banyak peserta didik yang
beragama Kristen tidak mendapatkan pendidikan agama di sekolah karna tidak
tersedianya guru yag mengajar.
3. Sarana
dan Prasarana Penyelenggaraan PAK di Sekolah
Keprihatinan lain
adalah terbatasnya sarana dan prasarana penyelenggaraan PAK di sekolah. Sering
di temui bahwa sekolah tidak enyediakan sarana yang memadai untuk penyelenggaraan
PAK. Kadang guru harus mengajar PAK di perpustakaan sekolh, atau di salah satu
ruang kecil saja, bahkan ada yang mengajar di gang yang terdapat di sekolah.
C. PAK Dalam Konteks Masyarakat Indonesia
Pendidikan Agama Kristen di Sekolah
haruslah mengarahkan kepada keterbukaan. Ada empat prinsip utama dari
Pendidikan Agama Kristen yaitu, Learning to know, Learning to do, Learning to be, Learning to live together.[1]
D. Tantangan
dan pergumulan yang dihadapi oleh Gereja
Gereja sadar bahwa dunia ini kini terlibat
pula dalam suatu krisis yang hebat. Umat manusia seakan-akan berlomba-lomba
untuk saling membinasakan. Gereja seolah-olah kehilangan daya dan semangat
untuk membarui dirinya sendiri senantiasa. Seakan-akan tak sanggup lagi
melahirkan anak-anak Tuhan yang sejati, yang hidup dalam percaya dan yang
mempengaruhi lingkungannya karena kuasa Roh Kudus yang mendiami mereka itu.[2]
MATERI II : SEKOLAH DAN PAK
DI INDONESIA
A.
Kurikulum Pendidikan Agama
Kristen
PAK
disekolah di Indonesia diselenggarakan dengan dasar hukum UUD 1945 BAB XI,
pasal 29 no.2, UU no 4 tahun 1950 No 12 tahun 1954 BAB 9 ayat 1, kep. Bersama
Mentri Agama dan Menteri P & K tahun 1953, intruksi no 51 / 1967, kep. Bersama Mendikbud dan Menag tahun 1985,
dan GBHN 1983 serta 1993.[3]
Dalam
kurikulum, tujuan pengajaran PAK disebut kompetensi yang didasari oleh
nilai-nilai kristiani. PAK adalah mata pelajaran yang bermuatan ranah afektif
dan psikomotorik lebih besar daripada kognitif, sehingga melalui PAK, siswa
mengalami perjumpaan dengan Allah lewat Yesus Kristus, Sang sumber nilai-nilai
yang membawa perubahan dalam diri anak.
B. Kualitas
dan Peranan Guru
Menjadi
seorang guru harus memiliki kompetensi Pedagogi, Kepribadian, Sosial dan
Profesional. Secara khusus untuk Guru Pendidikan Agama Kristen ialah Kepemimpinan.
Seorang guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang isi iman Kristen.
Ia harus mengenal Alkitab dengan baik. Untuk itu ia sendiri perlu dididik dan
dilatih sebelum ia mengajar orang lain.[4] Untuk itu guru hendaknya memahami
prinsip-prinsip bimbingan dan menerapkannya dalam proses belajar-mengajar.[5]
Guru
yang baik adalah guru yang apat menimbulkan minat dan semangat belajar siswa-siswa melalui mata pelajaran
yang diajarkannya, Memiliki kecakapan untuk memimpin,dapat menghubungkan materi
pelajaran dengan pekerjaan-peerjaan praktis. Dalam hal hubungan siswa dengan
guru, yaitu guru yang dicari oleh siswa untuk memperoleh nasihat dan bantuan,
mencari kontak dengan siswa di luar kelas, memimpin kegiatan kelompok, memiliki
minat dalam pelayanan sosial, membuat kontak dengan orang tua siswa. Sikap
professional, yaitu guru yang ukarela untuk melakukan pekerjaan ekstra, dapat
menyesuaikan diri dan sabar, memiliki sikap yang konstruktif dan rasa tanggung
jawab, berkemauan untuk melatih diri, memiliki semangat untuk memberikan
layanan kepada siswa, sekolah dan masyarakat.[6]
C. Sarana
dan PraSarana Pendidikan
a. Alat
pelajaran adalah alat – alat yang di gunakan untuk merekam – rekam bahan
pelajaran atau alat pelaksanaan kegiatan belajar.
b. Alat
peraga adalah segala macam alat yang digunakan untuk meragakan ( mewujudkan,
menjadikan terlihat ) objek materi pelajaran ( yang tidak tampat mata atau tak
terinra atau susah untuk diindra )
c. Media
pendidikan adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses
pembelajaran.ada 3 jenis media yaitu audio, visual, dan audio visual.[7]
MATERI 3 : PAK DALAM KONTEKS
MASYARAKAT DI INDONESIA
A.
PAK dan Heterogenitas
Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan
membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan
ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata
pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.[8]
Tujuannya untuk membina dan mendidik semua warganya mencapai tingkat kedewasaan
dalam iman, pengharapan, dan kasih, guna melaksanakan misinya di dunia ini
sambil menantikan kedatangan kedua dari Tuhan Yesus Kristus.[9]
Sedangkan menurut Robert Boiehlke, tujuan PAK agar peserta didik memahami dan
menghayati Kasih Allah dalam Yesus Kristus, yang dinyatakannya dalam kehidupan
sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungannya.[10]
Werner Graendorf pun mengatakan bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah proses
pengajaran yang membimbing setiap pribadi pada semua tingkat pertumbuhan
melalui pengajaran masa kini kearah pengenalan dan pengalaman rencana dan
kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan, dan memperlengkapi
mereka bagi pelayanan yang efektif.[11]
Heteronegitas adalah keanekaragaman.[12]
Keanekaragaman yang dimaksud adalah agama, budaya, suku, maupun pekerjaan.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen, hal itu dapat dibuktikan
salah satunya dengan keberagaman agama.
Pendidikan Agama Kristen harus memainkan peranan yang sangat penting
karena generasi muda yang dididik baik di gereja maupun di sekolah adalah
generasi yang hidup dalam konteks heterogenitas.
B. Kemandirian
Iman
Pendidikan
Agama Kristen harus menjadi salah satu usaha pembentukan kemandirian iman,
sehingga peserta didik mampu memiliki ketetapan iman maupun ketetapan hati
meskipun ia berada di lingkungan yang berbeda dengannya. Dengan demikian,
peserta didik akan mampu menempatkan dirinya di tengah-tengah pergaulan sekolah
dengan tidak kaku, namun tetap menjaga kemandirian imannya, serta mampu menolak
segala tren-tren kehidupan yang bertentangan dengan nilai-nilai iman yang
dimilikinya.
C. Keterbukaan
Pendidikan
Agama Kristen haruslah mampu membawa peserta didik pada keterbukaan.
Keterbukaan akan menghindarkan diri dari menjelek-jelekan agama lain, tetapi
melihat secara positif bahwa dalam agama lain pun terdapat ajaran-ajaran baik
yang dapat diterapkan dalam kehidupan bersama. Keterbukaan memungkinkan peserta
didik dapat melihat orang lain bukan sebagai musuh tetapi sebagai sahabat.
Keterbukaan memungkinkan orang-orang Kristen dapat menjadi berkat bagi
sesamanya.[13]
MATERI 4 : PEMAHAMAN PAK
A. Pengertian Pendidikan Agama Kristen
E.G. Homrighausen mengatakan: “Pendidikan Agama
Kristen berpangkal pada persekutuan umat Tuhan.[14]
Menurut Warner
C. Graedorf PAK adalah “Proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan
Alkitab, berpusat pada Kristus, dan bergantung kepada Roh Kudus, yang membimbing
setiap pribadi pada semua tingkat pertumbuhan dalam setiap aspek kehidupan, dan
melengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif, yang berpusat pada Kristus sang
Guru Agung dan perintah yang mendewasakan pada murid” Menurut Martin Luther PAK adalah pendidikan
yang melibatkan warga jemaat untuk belajar teratur dan tertib agar semakin
menyadari dos mereka serta bersukacita dalam firman Yesus Kristus yang
memerdekakan. [15]
Jadi,
Pengertian pendidikan agama Kristen adalah kegiatan politis bersama pada peziarah
dalam waktu yang secara sengaja bersama mereka memberi perhatian pada kegiatan
Allah di masa kini kita, pada cerita komunitas iman Kristen, dan visi kerajaan
Allah, benih-benih yang telah hadir diantara kita.[16]
B. Hakikat PAK
Hakikat
PAK adalah usaha yang dilakukan secara kontinu dalam rangka mengembangkan
kemampuan para siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan
menghayati kasih Allah didalam Yesus Kristus yang dinyatakannya dalam kehidupan
sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya.[17]
C. Ruang
Lingkup PAK
Ruang lingkup PAK mencangkup semua
bentuk pelayanan pendidikan dan pembinaan Kristen untuk semua lapisan usia yang
menjadi tanggung jawab dan di
selengkarakan oleh gereja secara teratur, bertujuan, dan terus menerus. Mata
pelajaran Agama Kristen di sekolah atau perguruan tinggi hanyalah sebagian
kecil dari PAK, namun menjangkau massa yang sngat besar. [18]
D. Tujuan
PAK
Hieronimus (345-420), PAK
adalah pendidikan yang tujuannya mendidik
jiwa sehingga menjadi bait Tuhan “haruslah kamu sempurna sama seperti
Bapa-Mu yang di surga adalah sempurna”. Agustinus (345-430), PAK
adalah pendidikan yang bertujuan mengajar orang supaya “melihat Allah dan hidup
bahagia”. John Calvin (1509-1664), PAK bertujuan mendidik semua putra-putri
gereja agar mereka, terlibat dalam penelaahan Alkitab secara cerdas sebagaimana
dengan bimbingan Roh kudu, mengambil bagian dalam kebaktian dan memahami
keesaan Gereja. Diperlengkapi untuk memilih cara-cara mengejawantakan
pengabdian diri kepada Allah Bapa dan Yesus Kristus dalam pekerjaan sehari-hari
serta hidup bertanggung jawab dibawah kedaulatan Allah.[19]
MATERI 5 : REALITAS
PLURALISME MASYARAKAT INDONESIA
A. Pluralisme
Masyarakat Indonesia
Indonesia
adalah negara kesatuan dan memegang teguh falsafah “Bhineka Tunggal Ika”.
Indonesia menyadari bahwa keanekaragaman ini dapat menjadi potensi kekuatan tetapi juga menjadi
ancaman dan sumber malapetaka bangsa. Untuk itulah persatuan dan kesatuan
bangsa harus terus diperjuangkan dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Ini adalah
tugas seluruh bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai golongan, suku, ras
dan agama.[20]
B. Kemajemukan
Aliran Keagamaan
Indonesia
kaya akan aliran-aliran keagamaan yang di akui oleh pemerintah maupun
lembaga-lembaga keagamaan. Islam misalnya ada NU, Muhammadyah, dan lain-lain.
di Kristen ada Protestan, Metodhist, Advent, Bala Keselamatan, Baptis,
Pentakosta, Injili dan Kharismatik. Supaya semua dapat rukun bersama dalam
wadah kesatuan RI, maka pemerintah pun mengatur pergaulan antar agama. Semua
itu dilakukan agar heterogenitas agama-agama di Indonesia dapat hidup rukun dan
damai.[21]
C. Sensitivitas
Keagamaan
Menurut
Budiono, sensitif ialah peka. Adapun sensitivitas ialah perasaan yang peka atau
yang lekas timbul.[22]
Oleh karena itu, rasa sensitif bisa muncul dalam dua bentuk yaitu sensitif
positif dan sensitif negatif. Oleh karenaitu, umat agama apapun perlu kembali
merenungkan kembali esensi agama-agama yang mereka anut. Agama apapun itu baik
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu tidak pernah mengajarkan kepada
pemeluknya untuk membunuh umat lain yang berbeda agama tanpa ada alasan yang
jelas. Setiap agama tentunya punya nilai-nilai substantif berupa kasih sayang,
toleransi, tolong menolong, dsb. Nilai-nilai itulah yang harusnya diambil
ketika seseorang hidup di tengah masyarakat yang plural dan majemuk.
Menurut
beberapa kajian, rasa sensitif (sensitivitas) beragama muncul dikarenakan
kembali pada dogma dan dengan oposisi biner, hitam-putih, salah-benar. Mereka
yang termasuk hitam adalah mereka yang salah dan disebutnya sebagai setan
jahat, sementara yang putih adalah mereka yang benar termasuk anak Tuhan.[23]
Rasa sensitif yang menyebabkan konflik dan kekerasan atas nama agama atau Tuhan
lebih disebabkan oleh karena pemeluk semua agama tidak konsisten dengan keyakinannya
sendiri.[24]
Yang
perlu diingat, bahwasannya setiap komunitas mempunyai keyakinan tersendiri dalam beberapa hal
tertentu. Hendaknya perbedaan tersebut tidak dapat menjadi alasan untuk
menebarkan kekerasan diantara satu kelompok terhadap kelompok lain. Intinya,
keyakinan kelompok tertentu harus dihargai dan dihormati.[25]
MATERI 6 : PLURALISME
MASYARAKAT DI INDONESIA
A. Keanekaragaman
Gereja di Indonesia
Agama
Kristen di Indonesia memiliki banyak denominasi gereja, mulai dari GPI (Gereja
Protestan di Indonesia), sampai pada gereja kharismatik. Gereja Protestan di
Indonesia merupakan kelanjutan dari Indische
Kerk dengan tradisi Kalvinis; mencakup Gereja Masehi Injili di Minahasa
(1934), Gereja Protestan Maluku (1935), Gereja Masehi Injili di Timor (1947),
Gereja Toraja (1947), Gereja Protestan di Indonesia Bahagian Barat (GPIB,
1948), Gereja Protestan di Sulawesi Tenggara (1957), Gereja Protestan di
Indonesia di Gorontalo (1965), Gereja Protestan Indonesia di Donggala (1965),
Gereja Protestan di Indonesia di Buol/Tolitoli (1964), Gereja Kristen Luwuk
Banggai (1966), Gereja Protestan Indonesia di Irian Jaya (1985).[26]
Seiring
waktu, jumlah gereja bertambah besar dan kekristenan Indonesia semakin beraneka
ragam. Penyebab ialah mekarnya beberapa gereja akibat unsur
kesukuan/kedaerahan, Penyebab lain bertambahnya gereja di Indonesia adalah
masuknya atau perluasan pengaruh denimonasi-denominasi jenis kebangunan.[27]
B. Keesaan
Gereja di Indonesia
Keesaan
gereja di Indonesia diwujudkan dalam gerakan oikumenis oleh gereja-gereja di
Indonesia.[28]
Pada tahun 1949, diusahakan pendirian DGI sebelum Konferensi East Asia
Christian Conference di Bangkok, namun tidak tercapai. Selanjutnya pada tanggal
6-11 November 1949 diadakan Konperensi Persiapan Dewan Geredja-geredja di
Indonesia.[29]
Pada
tanggal 21-28 Mei 1950 diadakan Konferensi Pembentukan Dewan Gereja-gereja di
Indonesia, bertempat di Sekolah Theologia Tinggi (sekarang STT Jakarta). Salah
satu agenda dalam konferensi tersebut adalah pembahasan tentang Anggaran Dasar
DGI. Pada tanggal 25 Mei, Anggaran Dasar DGI disetujui oleh peserta konferensi
dan tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Dewan Gereja-gereja
di Indonesia (DGI) dalam sebuah "Manifes Pembentoekan DGI. Pada tanggal 25
Mei 1950, DGI terbentuk. DGI bertujuan untuk pembentukan gereja Kristen yang
esa di Indonesia.[30]
C. Kesatuan
Dalam Kepelbagaian
Indonesia
merupakan bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa, adat istiadat dan
agama; sehingga bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk. yang hidup
tersebar dalam ribuan pulau. Kita patut bersyukur kepada Tuhan, bahwa bangsa
kita yang terdiri atas berbagai suku, bahasa, dan agama tersebut, dapat bersatu
dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.[31]
Bhineka Tunggal Ika adalah suatu semboyan nasional yang berarti “berbeda-beda
tapi tetap satu. Semboyan ini lahir sebagai refleksi atas realitas kemajemukan
bangsa, sekaligus sebagai jawaban agar kemajemukan itu tidak memicu
disintegrasi, tetapi justru menjadi tiang-tiang penyangga bagi hadirnya sebuah
bangsa yang kukuh.
MATERI 7 : PAK DALAM
MASYARAKAT MAJEMUK
A. Dasar
Hukum
Kebebasan beragama di negara Indonesia,mengacu
pada UUD 1945. Jika kita merujuk pada pasal 28E ayat (1) UUD 1945 yang
berbunyi : Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali dan Pasal 28E ayat (2) menyatakan. “Setiap orang berhak atas kebebasan
meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati
nuraninya ”.
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan, disebutkan bahwa: pendidikan agama berfungsi membentuk
manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan
antar umat beragama (Pasal 2 ayat 1).
B. Dasar
teologis
1. Allah
sebagai pencipta dan manusia sebagai ciptaan
Dasar
teologis yang pertama adalah apa yang kita baca terutama dalam kitab Kejadian
pasal 1-11, tetapi juga dalam banyak bagian Alkitab yang lain, yaitu pengakuan
iman bahwa Allah adalah penciptaan alam semesta dan manusia adalah makhluk
ciptaan-Nya. Dalam peristiwa penciptaan, sesudah Allah menciptakan Adam, Allah
menempatkan manusia di taman Eden dan berfirman: “tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan
penolong yang sepadan dengan dia” (Kej 2:18).
2. Manusia
sebagai makhluk fana yang dapat mati
Manusia sering kali
disebut sebagai “daging”. Maksudnya, bukan pertama-tama mengungkapkan aspek
kejasmanian manusia, melainkan aspek kerapuhannya sebagai mahluk fana yang
dapat mati.
3. Umat
Allah sebagai pelayan kebersamaan manusia
Pada akhir Injil
Matius kita menjumpai pasal yang terkenal mengenai penghakiman terakhir (Mat
25:31-46). Menarik sekali bahwa di sini Yesus mengidentifikasi pelayanan
kepada-Nya dengan pelayanan kepada mereka yang tersisih dalam masyarakat.
4. Gambaran
Kristus sebagai Hamba-Mesias
Dasar teologis yang
keempat adalah bagaimana kita memandang Kristus. Umumnya kita menganggap bahwa
pembicaraan mengenai Kristus dalam dialog antara agama selalu akan mengalami
jalan buntu karena agama lain tidak dapat menerima keilahian Kristus.
5. Makna
keselamatan dalam kehidupan bersama dengan yang lain
Pokok keselamatan yang
menjadi dasar teologis yang kelima dalam pembicaraan ini, ternyata adalah
sesuatu yang sangat sensitive bagi orang-orang Kristen di Indonesia dalam
percakapan yang berkaitan dengan kemajemukan agama. Keselamatan dalam Alkitab
tidak bisa diartikan hanya mutlak bersifat partikularistik. Didalam Alkitab
juga jelas bahwa keselamatan juga mengandung makna universalistik.[32]
MATERI 8
: PAK
DAN KETERBUKAAN
Prinsip pengajaran Kristen adalah setiap orang beriman harus fanatik
akan imannya tapi tidak boleh fanatisme, karena fanatisme adalah salah satu
sikap buruk dalam keagamaan. Peserta didik harus diajarkan agar mereka
sungguh-sungguh berketetapan hati, setia ssampai akhir terhadap imannya
terhadap Yesus Kristus. iman dan keselamatan yang telah diterima dari Yesus
Kristus tidak dapat ditukarkan dengan apapun di dunia ini. Namun dipihak lain,
iman itu harus didemonstrasikan lewat hidup pribadi kepada siapa pun. Kasih
Yesus Kristus melampaui batas-batas agama dan batas-batas manusiawi. Orang
beriman harus mampu bergaul dengan semua penganut agama lain dan bekerja sama
dengan mereka untuk membangun kesejahteraan umat manusia tanpa kecuali. Karena
Kristus sendiripun mengasihi semua orang, bahkan mengasihi dunia dan segala
isinya.[33]
PAK Dalam
Konteks Kekristenan
1.
PAK Bukan Untuk Mengajarkan Suatu Doktrin Gereja
Keberadaan siswa disekolah
berasal dari berbagai organisasi dan aliran gereja. hal tersebut adalah
kenyataan yang harus diterima dan harus diakui oleh setiap guru PAK. Oleh
karena itu, tidak boleh ada tendensi yang dilakukan guru PAK mengajarkan
doktrin gerejannya kepada peserta didik. Isi pengajaran harus bertujuan
mengajarkan iman Kristen yang dinyatakan di dalam Alkitab. Kurikulum PAK yang
ada saat ini sudah disusun sedemikian rupa, sehingga materi-materi pengajaran
lebih menekankan kepada ajaran-ajaran pokok organisasinya. Seorang guru PAK
hendaknya melepaskan organisasinya, alirannya dan dengan tulus berpusat kepada
pokok-pokok pengajaran iman Kristen. Guru PAK tidak boleh membeda-bedakan
gereja atau membenarkan gerejannya sendiri sebagai gereja yang terbaik dan
gereja lain kurang baik.
2.
PAK Tidak Melakukan Fungsi Gerejawi
Dalam gereja Kristen ada
fungsi-fungsi pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh gereja dan tidak lazim
dilakukan oleh pelayanan-pelayan di luar gereja. hal ini dimaksudkan adalah
untuk menjaga ketertiban dan kesakralan upacara Kristen tersebut dan
menghindarkan kekacauan dalam melaksanakan upacara-upacara keagamaan. Perjamuan
Kudus dan Baptisan adalah dua sakramen yang diakui oleh gereja. pelaksanaannya
dilakukan oleh gereja, bukan oleh pribadi-pribadi sekalipun ia dinyatakan
sebagai guru agama Kristen. Seorang guru PAK yang mengajar disekolah tidak
memiliki wewenang untuk melakukan Perjamuan Kudus dan Baptisan Kudus dalam
kapasitasnya sebagai guru. Ia harus mengarahkan peserta didik untuk ambil
bagian digereja masing-masing. Tugas guru PAK adalah memberi pengajaran tentang
arti dan makna Perjamuan Kudus dan Baptisan sesuai dengan firman Allah,
sehingga peserta didik dapat mengerti arti sebenarnya.
3.
Menghargai Keanekaragaman Gereja
Guru PAK di sekolah harus
menghargai dan menjunjung tinggi keanekaragaman gereja dari setiap peserta
didik. Tidak boleh ada usaha sengaja ataupun tidak sengaja untuk mempengaruhi
peserta didik untuk masuk ke dalam satu organisasi gereja tertentu, termasuk
gereja guru yang bersangkutan.[34]
MATERI 9 : PRINSIP-PRINSIP PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
A. PAK
dalam konteks masyarakat majemuk (Indonesia)
Ada dua hal yang harus diperhatikan PAK dalam kemajemukan
mastarakat :
1. Kemandirian Iman
PAK haruslah menjadi salah satu
usaha pembentukan kemandirian iman. Bahwa peserta didik mampu memiliki
ketetapan iman maupun ketetapan hati meskipun di lingkungan yang amat berbeda.
Artinya disini PAK menjadi sarana untama dalam pembentukan iman kristiani,
mampu mengokohkan iman kristiani agar tidak mudah terpengaruh dengan hal-hal
yang tidak baik yang ada di lungkungan sekitar.
2. Keterbukaan
Pendidikan Agama Kristen haruslah
mengajarkan kepada peserta didik pada keterbukaan. Keterbukaan akan membawa
diri dari menjelek-jelekkan agama lain tetapi melihat secara positif bahwa
dalam agama lain pun terdapat ajaran-ajaran baik yang dapat diterapkan dalam
kehidupan bersama. PAK mengajarkan bagaimana bersikap terbuka bagi masyarakat,
artinya kita tidak perlu menutup diri dari lingkungan bahkan kita tidak boleh
memndang remeh agama lain dan menganggap agama kitalah yang paling benar.
Melainkan sebaliknya, kita harus ramah dan menerima keberadaan agama lain, dan
menghargai ajarran-ajaran mereka. Mungkin ajaran-ajran yang baik dalam agama
mereka dapat kita jadikan contoh untuk dapat diterapkan dalam kehidupan
bersama.
B. Prinsip Utama PAK Dalam Masyarakat
Majemuk
Untuk
menerapkan prinsip-prinsip PAK ini, maka ada beberapa hal yang harus
diperhatikan:
Pendekatan
yang cocok kepada orang yang berbeda agama adalah pendekatan dialogis. Dialog
beranjak dari anggapan bahwa tiap-tiap agama mempunyai tuntutan mutlak yang
tidak dapat dipungkiri. Pendekatan dialog bukan berarti penyelarasan semua
keyakinan melainkan pengakuan bahwa tiap-tiap orang beragama memiliki keyakinan
yang teguh dan mutlak. Selain itu, keyakinan-keyakinan itu berbeda. Dalam
berdialog dengan orang yang berbeda, dibutuhkan kematangan ego yang memadai
supaya lawan bicara tidak merasa kalau mereka di sesuaikan.
- Sikap yang perlu dihindari
Hidup
ditengah orang yang berbeda agama membuat kita untuk lebih peka dengan sikap
hidup sehari-hari. Supaya tidak merasa di asingkan maka sikap yang perlu
dihindari adalah, Fanatisme, Suka membeda-bedakan, Egois, Memutar lagu rohani
dengan volume yang sangat besar, Mengejek agama lain, Tidak menerima pemberian
orang lain, Sensitivisme.
- Sikap yang harus dilakukan
Ada
beberapa hal yang perlu kita lakukan supaya orang yang berbeda dengan kita bisa
menerima perbedaan dan membuat kita nyaman adalah Saling terbuka, Menerima
perbedaan, Saling mengingatkan untuk kebaikan, Menerima teguran, Saling
berbagi, Suka memberi, Tegur sapa, Saling membantu.
MATERI 10 : SIKAP YANG PERLU
DI HINDARI DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
A. LATAR
BELAKANG PLURALISME DI INDONESIA
Pluralisme adalah sikap menghargai,
menerima dan memandang agama lain sebagai agama yang baik dan memiliki jalan
keselamatan. Misalnya agama Kristen mengakui keberadaan agama lain
tetapi keselamatan hanya ada di dalam Yesus Kristus.
B. ARAH PAK
DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
Berkaitan
dengan konteks masyarakat Indonesia yang memiliki heterogenitas, baik
agama,suku, dan golongan,maka perlu dikaji ulang arah PAK dalam masyarakat
majemuk. Diharapkan dengan pengajaran PAK dalam konteks masyarakat
majemuk,peserta didik mampu hadir dan mempraktekkan imannya ditengah-tengah
lingkungannya tanpa mengkompromikan dogma iman yang dimilikinya.
1.
Belajar Hidup dalam Perbedaan
Pengembangan sikap
toleran,empati,dan simpati haruslah terus dibangun sebagai pra syarat
eksistensi keragaman agama yang ada. Agama-agama haruslah dapat duduk
bersama-sama untuk berdialog tentang apa yang dilakukan bersama.
2.
Membangun Saling Percaya
Membangun saling percaya adalah
modal penting dalam membangun suatu masyarakat yang heterogenitas. Jika tidak
maka akan terjadi berbagai konlik dalam masyarakat.
3.
Memelihara Saling Pengertian
Saling pengertian adalah kesadaran
bahwa nilai-nilai yang di anut oleh orang lain memang berbeda,tetapi mungkin
dapat saling melengkapi dengan nilai-nilai yang kita anut serta member
kontribusi terhadap hubungan yang harmonis.
4.
Sikap Saling Menghargai
Saling menghargai adalah sifat
dasariah manusia. Setiap manusia haruslah dihargai sebagaimana ia ada.Tidak ada
alasan bagi kita untuk tidak menghargai orang lain.
C. SIKAP YANG
PERLU DI HINDARI DAN PERLU DILAKUKAN
Pendekatan yang cocok kepada orang
yang berbeda agama adalah pendekatan dialogis. Dalam berdialog dengan orang
yang berbeda, dibutuhkan kematangan ego yang memadai supaya lawan bicara tidak
merasa kalau mereka di sesuaikan.
1. Sikap yang
perlu dihindari
Hidup ditengah orang yang berbeda
agama membuat kita untuk lebih peka dengan sikap hidup sehari-hari. Supaya
tidak merasa di asingkan maka sikap yang perlu dihindari adalah: Fanatisme,
Suka membeda-bedakan, Egois
2. Sikap yang
harus dilakukan
Saling terbuka, Menerima perbedaan,
Saling mengingatkan untuk kebaikan, Menerima teguran, Saling berbagi, Suka
memberi, Tegur sapa, Saling membantu
MATERI 11 : PENDEKATAN PAK
DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
A. Pendekatan
PAK dalam
masyarakat majemuk
Teolog lainnya, Daniel L Migliore, mencoba
melihat secara spesifik respons Kristen
terhadap orang-orang yang iman dan agamanya berbeda. Setiap cara dan pandangan
ini di lihat berdasarkan client tersendiri mengenai finalitas penyataan Allah
dalam Yesus Kristus. Penegasan
Kristen terhadap “finalitas Kristus sebagai manapun, untuk banyak orang
Kristen, merupakan pokok iman mereka yang tidak dapat di negosiasika Pendekatan yang cocok kepada
orang yang berbeda agama adalah pendekatan dialogis. Dialog beranjak dari
anggapan bahwa tiap-tiap agama mempunyai tuntutan mutlak yang tidak dapat
dipungkiri. Pendekatan dialog bukan berarti penyelarasan semua keyakinan
melainkan pengakuan bahwa tiap-tiap orang beragama memiliki keyakinan yang
teguh dan mutlak
B. Model PAK yang Multikutur dan Inklusif
Pendidikan
multicultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang keanekaragaman
cultural, hak-hak asasi manusia, serta pengurangan atau penghapusan berbagai
jenis prasangka untuk membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju.
Pendidikan multicultural juga dapat diartikan strategi/perencanaan untuk
mengembangkan kesadaran akan kebanggaan seseorang terhadap bangsanya. Di
Indonesia pendidikan multicultural relative baru dikenal sebagai suatu
pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang hetrogen,
plural, terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang diberlakukan sejak
1999.
Pengertian inklusif digunakan
sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan
yang semakin terbuka; mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan
berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi,
etnik, budaya dan lainnya.
C. Contoh
Model PAK yang multikultur dan inklusif
Untuk
mendisain Pendidikan multicultural secara praktis memang tidak mudah. Akan
tetapi untuk mewujudkan pendidikan multicultural maka perlu diperhatikan dua
model, Dial dan Toleransi.
D. Contoh PAK yang Inklusif
Untuk membebaskan murid dari
sekat-sekat primordial, pendidikan agama harus inklusif. Metode dialogis dan
tidak indoktrinatif, mengajak murid untuk merefleksikan realitas kemajemukan
dan menggali nilai-nilai spritualitas sosial. Materi pelajaran di sekolah harus
bernuansa inklusif.
Contoh PAK yang inklusif di sekolah
yaitu murid dibiasakan pertanyaan “Bagaimana menjadi sesama bagi orang lain?”,
bukan selalu bertanya “Siapakah sesamaku?”. Dalam hal ini, Kitab Suci dan
tradisi religius kaya dalam memberikan motivasi bagaimana hidup sebagai sesama
dan menjadi sesama bagi orang lain.
MATERI 12 : STRATEGI PAK
DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
A. Konsep
Dasar Perencanaan
Menurut
Ulbert Silalahi, prencanaan merupakan kegiatan menetapkan tujuan serta
merumuskan dan mengatur pendayagunaan manusia, informasi, finansial, metode dan
waktu untuk memaksimalisasi efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan.[35]
B. Konsep
Strategi Pembelajaran
Berkaitan
dengan bagaimana merencanakan strategi pembelajaran Pendidikan Agama Kristen
dalam masyarakat majemuk, penting mengerti apa itu strategi. Jadi, strategi pembelajaran
diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di
desain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. [36]
C. Konsep
Strategi Pembelajaran PAK Dalam Masyarakat Majemuk
1) Strategi
Pembelajaran Bersifat Terbuka Terhadap Perubahan
Pendidikan Agama
Kristen harus mampu bersifat terbuka
kepada perubahan dan kebutuhan peserta didik yang yang hidup berpadanan atau
berdampingan dengan orang lain, sehingga dari bekal pendidikan itu peserta
didik mampu memahami dan menempatkan diri secara realistis, kritis, dan kreatif
dalam setiap situasi yang dihadapi.
Pendidikan Agama Kristen tidak boleh membawa peserta didik menjadi introvert melainkan ekstrovert,
artinya mampu menempatkan dirinya sebagai orang percaya ditengah-tengah
lingkungannya.[37]
2) Strategi
Pembelajran learning to life together
(hidup dalam kebersamaan)
Strategi ini
mengajarkan agar peserta didik membangun saling percaya. Jika tidak maka akan
terjadi konflik dalam masyarakat.
Pendidikan Agama Kristen bertujuan untuk mendorong agar peserta didik
dapat menghayati gaya hidup Kristiani melalui keterlibatannya dalam berbagai
kehidupan di sekolah, di keluarga ataupun
di lingkungannya.
3) Strategi
Pembelajaran Melalui Penelaan Firman
Tuhan
Pendidikan Agama
Kristen hendaknya dapat membawa peserta didik untuk memahami Firman Allah dan menjadikan Firman itu sebagai pedoman
kehidupan terhadap Allah, sesama, maupun diri sendiri.[38]
Melalui penelaan firman Tuhan, siswa diajar agar memiliki kesadaran saling
pengertian yang menyetujui perbedaan.
4) Strategi
Pembelajaran ekspositori
Strategi pembelajaran
ekspositori merupakan strategi yang digunakan dengan menganggap guru berfungsi
sebagai penyampai informasi..
5) Strategi
pembelajaran kelompok
Bentuk strategi pembelajaran
kelompok ini siswa diajar oleh seorang guru atau beberapa guruStrategi ini
membentuk pola, tatanan dan nilai-nilai kebersamaan untuk saling membutuhkan
sehingga terjadi kerja sama yang baik antara pribadi siswa dan siswa yang lain.
MATERI 13 : PENGEMBANGAN
MODEL PAK
A. Model PAK Multikultural
Pendidikan multikultural merupakan
upaya kolektif suatu masyarakat majemuk untuk mengelola berbagai prasangka
sosial yang ada dengan cara-cara yang baik. Tujuannya menciptakan hubungan lebih
serasi dan kreatif di antara berbagai golongan penduduk dalam masyarakat.
Melalui pendidikan multikultural, peserta didik yang datang dari berbagai
golongan penduduk dibimbing untuk saling mengenal cara hidup mereka, adat
istiadat, kebiasaan, memahami aspirasi-aspirasi mereka serta untuk mengakui dan
menghormati bahwa tiap golongan memiliki hak untuk menyatakan diri menurut cara
masing-masing. Dalam konteks masyarakat Indonesia, misalnya, melalui pendidikan
multikultural peserta didik dapat dibimbing untuk memahami makna Bhinneka
Tunggal Ika dan untuk mengamalkan semboyan ini dalam kehidupan nyata
sehari-hari.
Pendidikan multikultural perlu
diberikan sejak dini di lingkup keluarga. Sejak kecil anak perlu dibiasakan
mengakui dan menghargai perbedaan agama, ideologi, budaya, dan segala
perbedaaan lain. Kuncinya ada pada komunikasi atau dialog yang perlu terus
dikembangkan oleh orang tua. Anak diberi ruang untuk mengekspresikan dan
mendiskusikan segala perbedaan yang ada. Untuk mencapai itu, orang tua harus
mampu menghilangkan otoritas tunggal. Salah satu contoh penerapan pendidikan
multikultural dikeluarga adalah mengajak anak menonton mimbar agama lain. Dari
situ anak diajak untuk memahami nilai-nilai yang sama atau yang berbeda lalu
didiskusikan.
B. Model PAK Inklusif
Pendidikan yang inklusif merupakan
pendidikan yang mengajarkan kepada siswa bahwa mereka harus saling menghargai
satu sama lain dalam perbedaan yang ada baik dari segi suku, ras, bahasa dan
lain sebagainya. Pendidikan inklusif merupakan pengajaran agama yang lebih
menekankan pada nilai-nilai pluralisme dan kebersamaan.
Menurut Haidar Bagir, Pendidikan
agama khususnya di sekolah dinilai gagal. Memang, syiar keagamaan tumbuh begitu
pesat sedikitnya dua dekade belakagan ini. Entah dalam cara berpakaian,
bertambahnya rumah-rumah ibadah termasuk makin besarnya minat orang terhadap
berbagai barang konsumsidan aksesoris yang menampilkan citra sebuah agama.
Namun, kenyataannya negeri kita yang telah mengalami reformasi politik masih
bertengger dalam jajaran negara yang korup didunia. Ada beberapa hal yang
menyebabkan pendidikan agama di sekolah dinilai telah gagal, yaitu sebagai
berikut: pendidikan
agama kita selama ini ditengarai masih berpusat pada hal-hal yang bersifat simbolik, ritualistik dan legal formalistik,
pendidikan agama kita cenderung bertumpu pada penggarapan
ranah kognitif atau paling banter hingga ranah afektif,
dan pendidikan agama di sekolah selama ini tidak berhasil
meningkatkan etika dan moralitas peserta didik .
DAFTAR
PUSTAKA
Boelkhe, R. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen : dari Plato sampai Ignatius
Loyola. Jakarta : BPK. Gn. Mulia, 2015.
Boelkhe, R. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama : dari
Yohanes Amos Comenius sampai Perkembangan PAK di Indonesia. Jakarta : BPK.
Gn. Mulia, 2015.
Homrighausen, E.G. & Enklaar, I. H. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta : BPK
Gn. Mulia. 2015
Suryosubroto. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta
: Rineka Cipta. 2010
Kristanto Paulus, Prinsip dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen, Yogyakarta ANDI, 2006.
Stefanus Daniel,
E.G.Homrighausen. Pendidikan Agama
Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1985.
Groome, Thomas H. Christian Religious Education-Pendidikan
Agama Kristen. Jakarta: BPK Gn. Mulia.
Robert P. Borong. Berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia. Jakarta:
BPK. 1998
Pendidikan
Agama Kristen Kemajemukan, Bandung. BMI, 2009.
John M. Nainggolan. PAK dalam Masyarakat Majemuk. Bandung :
Bina Media Informasi. 2009.
Budiono, Kamus Ilmiah Populer Internasional.
Surabaya : Alumni. 2005.
A.M. Hendropriyono. Terorisme : Fundamentalis, Kristen, Yahudi,
Islam.Jakarta : Kompas Gramedia.
2009.
Abdul Munir Mulkhan. “Dialektika Agama dan Kebudayaan Bagi
Pembebasan”, dalam Dinamika Kebudayaan dan Problem Kebangsaan. Yogyakarta :
LeSFI. 2011.
Zuhairi Misrawi. Pandangan Muslim Moderat : Toleransi,
Terorisme dan Oase Perdamaian. Jakarta : Kompas Gramedia. 2010.
Heuken. 2004. Ensiklopedi Gereja Jilid 2: C-G. Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi.
Van
Den End. 2009. Ragi Carita 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
De
Jonge. 2014. Menuju Keesaan Gereja:
Sejarah Dokumen-dokumen dan Tema-tema Gerakan Oikumenis. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Sairin,
Weinata. 2006. Kerukunan Umat Beragama:
Pilar Utama Kerukunan Berbangsa. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Akira.
Menggali Nilai-nilai Budi Pekerti Dalam Keterbukaan. 2011.
Ismael,
Andar. 2010. Ajarlah Mereka Melakukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hadinoto,
N.K. Atmadja. 2011. Dialog dan Edukasi.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Stefanus,
Daniel. 2009. Pendidikan Agama Kristen Kemajemukan. Bandung: BMI.
Damarputera,
Eka. 2003. Iman dan tantangan Zaman. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
[1] John Nainggolan, PAK dalam Masyarakat Majemuk, (BMI 2009) Hlm 14-30
[2] E.G.Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (BPK 2014) Hlm 123
[3] G.Soegiasman, B.A., Pelaksanaan dan persoalan pendidikan agama
Kristen di sekolah – sekolah dalam persekutuan gereja – gereja di Indonesia,
Strategi Pendidikan agama Kristen, ( Jakarta : BPK. Gn Mulia, 1989 h.49)
[4] Homrighausen, Enklaar. Pendidikan Agama Kristen ( Jakarta : BPK Gn,
Mulia, 2015) h. 165
[5] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010) Hal: 97-100
[6] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010) h. 100-101
[7] Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah ( Jakarta : Rineka
Cipta, 2010 ) h.114
[8] Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 (diunduh tgl 12 Maret;
18:37)
[9] Andar Ismail, Ajarlah mereka
melakukan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2006 ), Hal. 201
[10] Robert Boehlke, Sejarah
Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (dari Yoh. Amos
Comenius sampai perkembangan PAK di Indonesia), (Jakarta : BPK Gunung
Mulia, 2015), Hal. 802
[11] Paulus lilik Kristanto, Prinsip
dan praktek pendidikan agama Kristen, ( Yogyakarta : ANDI, 2006 ), Hal. 4
[12] KBBI
[13] Daniel Stefanus, Pendidikan
Agama Kristen Kemajemukan, ( Bandung : BMI, 2009 ). Hal. 10
[15] Ibid, hlm. 2-4
[16] Lih. Groome, Thomas H. Christian
Religious Education-Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK
[17] Lih. Homrighausen. Hlm. 23-25
[18] Robert P. Borong, BERAKAR DALAM Dia dan dibangun di atas Dia, Jakarta:
BPK, 1998 Hal 108
[19] Drs.Paulus Lilik Kristianto, Prinsip Dan Praktik PAK, yoyakarta:
Andi. 2006 Hal 2-4
[20] John M. Nainggolan, PAK dalam
Masyarakat Majemuk (Bandung : Bina Media Informasi, 2009) hal.43-44
[21] John M. Nainggolan, PAK dalam
Masyarakat Majemuk (Bandung : Bina Media Informasi, 2009) hal.44
[22] Budiono, Kamus Ilmiah Populer
Internasional (Surabaya : Alumni, 2005) hal.591
[23] A.M. Hendropriyono, Terorisme
: Fundamentalis, Kristen, Yahudi, Islam (Jakarta : Kompas Gramedia, 2009)
hal.160
[24] Abdul Munir Mulkhan, “Dialektika
Agama dan Kebudayaan Bagi Pembebasan”, dalam Dinamika Kebudayaan dan Problem
kebangsaan (Yogyakarta : LeSFI, 2011) hal.14
[25] Zuhairi Misrawi, Pandangan
Muslim Moderat : Toleransi, Terorisme dan Oase Perdamaian (Jakarta : Kompas
Gramedia, 2010) hal.140
[26] Heuken, Ensiklopedi Gereja:
2, C-G (Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi, 2004), hal. 241.
[27] Van Den End, Ragi Carita 2
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hal. 357-365.
[28] IBID, hal 385.
[29] De Jonge, Menuju Keesaan
Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), hal. 86.
[30] http://id.wikipedia.org/wiki/Persekutuan_Gereja-gereja_di_Indonesia/.
[31] Weinata Sairin, Kerukunan
Umat Beragama: Pilar Utama Kerukunan Berbangsa (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006), hal. 55-56.
[33] Hlm. 67-68
[34] Hlm. 64-67
[35] Supardi & Darwyan syah. Perencanaan Pendidikan. (Jakarta: Diadit
Media). Hal: 2
[36] Wina Sanjaya. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pembelajaran. (Jakarta: Kencana.
2006). h: 126
[37] John M. Nainggolan. PAK dalam masyarakat Majemuk (Jakarta: BMI) h.
78
[38] Ibid, Hal. 77
No comments:
Post a Comment