Sunday, December 6, 2015

Kepribadian Menurut Paradigma Behavioral Skinner

I.      PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Behavioristik merupakan orientasi teoritis yang didasarkan pada premis bahwa psikologi ilmiah harus berdasarkan studi tingkah laku yang teramati (observeable behavior).[1] Pendekatan teori pembelajaran behavioristik terhadap kepribadian memiliki dua asumsi dasar. Yang pertama adalah perilaku harus dijelaskan dalam kerangka pengaruh kasual lingkungan terhadap diri orang tersebut. Yang kedua adalah pemahaman terhadap manusia harus dibangun berdasarkan riset ilmiah objektif, di mana variable dikontrol secara seksama dalam eksperimen dalam laboratorium.[2]
Aliran behaviorisme dipelopori oleh John Watson yang nantinya mendapat perhatian dari berbagai pemikir, salah satunya B. F. Skinner. Skinner diakui oleh banyak orang sebagai psikolog Amerika kontemporer terbesar, yang mengembangkan prinsip pengkondisian operan. Penekanannya di sini adalah pada respon yang dikeluarkan oleh organisme (operan), dan penguatan yang membentuk perilaku.  Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Kepribadian Menurut Paradigma Behavioral”, dan lebih khusus dari sudut teori kepribadian Skinner.



B.   Rumusan Masalah
  1.    Bagaimanakah pendekatan psikologi menurut Skinner?
  2.    Bagaimanakah tipe tingkah laku menurut Skiner?
  3.    Bagaimanakah pengkondisian operan menurut Skinner?
  4.    Bagaimanakah reinforcement menurut Skinner?
  5.    Bagaimanakah pandangan Skinner mengenai ekstingsi dan hukuman?
  6.    Bagaimanakah penerapan gagasan-gagasan penelitian Skinner?

C.   Tujuan
  1.    Untuk menjelaskan pendekatan psikologi menurut Skinner;
  2.    Untuk menjelaskan tipe tingkah laku menurut Skiner;
  3.    Untuk menjelaskan pengkondisian operan menurut Skinner;
  4.    Untuk menjelaskan reinforcement menurut Skinner;
  5.    Untuk menguraikan pandangan Skinner mengenai ekstingsi dan hukuman;
  6.    Untuk menguraikan penerapan gagasan-gagasan penelitian Skinner.



II.    PEMBAHASAN

A.   Pendekatan Psikologi Skinner[3]
  1.    Tentang otonomi manusia
Skinner menolak seluruh penguraian tingkah laku yang didasarkan pada keberadaan agen hipotesis yang terdapat dan menentukan diri manusia seperti self, ego dan sebagainya. Menurut Skinner mekanisme mentalistik dan intrapsikis seperti itu bersumber pada pemikiran animisme. Skinner menentang anggapan mengenai adanya “agen internal” dalam diri manusia yang menjadikan manusia memiliki otonomi atau kemandirian dalam bertingkah laku. Keberadaan manusia otonom itu bergantung pada pengetahuan kita, dan dengan sendirinya akan kehilangan status dan tidak diperlukan lagi apabila kita mengetahui lebih banyak tentang tingkah laku. Skinner berpendapat bahwa kita tidak perlu mencoba untuk menemukan apa itu kepribadian, keadaan jiwa, perasaan, sifat-sifat, rencana, tujuan, sasaran atau prasyarat-prasyarat lain dari manusia otonom dalam rangka memperoleh pemahaman mengenai tingkah laku manusia.
  2.    Penolakan atas penguraian fisiologis-genetik
Skinner tidak percaya bahwa jawaban akhir dari pertanyaan-pertanyaan psikologi akan bisa ditemukan dalam laboratorium ahli fisiologi. Penolakan Skinner atas penguraian atau konsepsi-konsepsi fisiologis-genetik dari tingkah laku itu sebagian besar berlandaskan alasan bahwa penguraian semacam itu tidak memungkinkan kontrol tingkah laku.
  3.    Psikologi sebagai ilmu pengetahuan tingkah laku
Skinner beranggapan bahwa seluruh tingkah laku ditentukan oleh aturan-aturan, bisa diramalkan dan bisa dibawa kedalam kontrol lingkungan atau bisa dikendalikan. Menurut Skinner, ilmu pengetauan tentang tingkah laku manusia, yakni psikologi, pada dasarnya tidak berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya yang berorientasi kepada data yang bertujuan untuk meramalkan dan mengendalikan fenomena yang dipelajari (dalam psikologi Skinner, fenomena yang dipelajari adalah tingkah laku).
  4.    Kepribadian menurut perspektif  behaviorisme
Menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu point dimana faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama menghasilkan akibat atau tingkah laku yang khas pula pada individu tersebut. Bagi Skinner, studi tentang kepribadian ditujukan kepada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan konsekuensi-konsekuensi yang diperkuatnya.

B.   Tipe Tingkah Laku[4]
Skinner membagi tingkah laku ke dalam dua tipe, yaitu responden dan operan. Tingkah laku responden (respondent behavior) adalah respon atau tingkah laku yang dibangkitkan atau diransang oleh stimulus tertentu. Tingkah laku responden ini wujudnya adalah reflex. Contohnya: mata berkedip karena debu, menarik tangan pada saat terkena sengatan strum listrik. Berkedip dan menarik tangan adalah respon (reflex), sedangkan debu dan sengatan setrum adalah stimulus.
Tingkah laku responden ini ternyata dapat juga dibentuk melalui proses conditioning atau melalui belajar. Tingkah laku ini bergantung pada reinforcement (penguatan)  dan secara langsung merespos stimulus yang bersifat fisik. Setiap respon diransang oleh stimulus tertentu. Tingkah laku ini juga tidak memberi dampak apa-apa terhadap lingkungan, seperti respon air liur anjing terhadap stimulus (bunyi bell) tidak mengubah bell atau reinforce (makanan) yang mengikutinya. Dalam hal ini Skinner merasa yakin bahwa tingkah laku responden kurang begitu penting dibandingkan dengan tingkah laku operan.
Tingkah laku operan (operant behavior) adalah respon atau tingkah laku yang bersifat spontan (sukarela) tanpa stimulus yang mendorongnya secara langsung. Tingkah laku ini ditentukan atau dimodifikasi oleh reinforcement yang mengikutinya.

C.   Pengkondisian Tingkah Laku Operan (Operant Conditioning)[5]
Teori yang dikembangkan Skinner dikenal dengan “Operant Conditioning”, yaitu bentuk belajar yang menekankan respon-respon atau tingkah laku yang sukarela dikontrol oleh konsekuen-konsekuennya. Proses “operant conditioning” dijelaskan oleh Skinner melalui eksperimennya terhadap tikus, yang dikenal dengan “Skinner box”.
Ketika tikus yang di masukkan di dalam peti (box) tidak diberi makan untuk beberapa waktu lamanya (tikus menjadi lapar), dia bertingkah laku secara spontan dan acak, dia aktif, mendengus, mendorong, dan mengeksplorasi lingkungannya. Tingkah laku ini bersifat sukarela (emitted), tidak diransang (elicited), dalam arti respon tikus itu tidak diransang oleh stimulus tertentu dari lingkungannya.
Setelah beberapa lama beraktivitas, tikus secara kebetulan menekan pengungkit yang terletak pada salah satu sisi peti, yang menyebabkan makanan jatuh ke dalam kotak. Makanan tersebut menjadi reinforcer (penguat) bagi tingkah laku (respon) menekan pengungkit. Tikus lebih menekan pengungkit dalam frekuensi yang lebih sering. Mengapa? Karena tikus menerima lebih banyak makanan. Tingkah laku tikus sekarang berada di bawah control reinforcement. Kegiatannya sekarang tidak lagi bersifat spontan atau acak, tetapi lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menekan pengungkit dan kemudian makan.
Berdasarkan eksperimennya, Skinner berkesimpulan bahwa “operant conditioning” lebih banyak membentuk tingkah laku manusia daripada “classical conditioning”, karena kebanyakan respon-respon manusia bersifat disengaja daripada yang reflektif.
Skinner telah melakukan penelitian sederhana, namun mempunyai pengaruh yang sangat besar, terutama terhadap pemikiran dalam psikologi, termasuk kepribadian. Skinner mengemukakan bahwa organisme cenderung mengulangi respon yang diikuti oleh konsekuen (dampak) yang mengenangkan, dan mereka cenderung tidak mengulang respon yang berdampak netral atau tidak menyenangkan.
Menurut Skinner, konsekuen (dampak) yang menyenangkan, netral, dan tidak menyenangkan melibatkan reinforcement, ekstingsi (extinciont), dan hukuman.

D.   Kekuatan Reinforcement[6]
Menurut Skinner, reinforcement dapat terjadi dalam dua cara: positif dan negatif. Yang positif terjadi ketika respon diperkuat (muncul lebih sering), sebab diikuti oleh kehadiran stimulus yang menyenangkan. Reinforcement positif ini sinonim dengan “reward” (penghargaan).
Reinforcement positif memotivasi banyak tingkah laku sehari-hari. Seperti anda belajar keras karena mendapat nilai yang bagus, atau bekerja ekstra keras karena ingin memenangkan promosi. Dalam kedua contoh ini, respon terjadi karena respon-respon mengarahkan pada hasil-hasil positif di masa lalu.
Reinforcement positif juga mempengaruhi perkembangan kepribadian. Respon-respon diikuti oleh hasil yang menyenangkan diperkuat dan cenderung menjadi pola kebiasaan bertingkah laku. Contohnya, seorang anak suka melucu di kelas dan memperoleh apresiasi dan senyuman dari teman-temannya. Persetujuan sosial (penghargaan dari teman-temannya) memperkuat siswa tersebut menjadi terbiasa untuk melucu. Jika tingkah laku tersebut diperkuat secara teratur, maka akan menjadi elemen kepribadiannya. Bagaimanapun seorang anak akan dapat mengembangkan sifat-sifat dirinya bergantung pada reinforcement dari orang tua atau orang lain yang berpengaruh baginya.
Sementara reinforcement negatif terjadi ketika respon diperkuat (sering dilakukan), karena diikuti oleh stimulus yang tidak menyenangkan. Reinforcement ini memainkan peranan dalam perkembangan kecenderungan-kecenderungan untuk menolak (menghindar). Pada umumnya orang cenderung menghindar dari situasi yang kaku, atau pribadi yang sulit.
Sifat kepribadian ini berkembang karena tingkah laku menghindar dapat melepaskan diri dari kecemasan. Contohnya seorang reporter surat kabar yang mengalami rasa cemas. Dia mencoba untuk menghindar dari ruang kerjanya, sehingga rasa cemasnya menurun.
Apabila tingkah laku menghindar itu terus menerus dilakukan dan berhasil menghilangkan kecemasan, maka hal itu dapat memberikan dampak yang meluas terhadap aspek kehidupan lainnya, dan kebiasaaan tersebut akan menjadi aspek kepribadiannya.

E.   Ekstingsi dan Hukuman (Extinction & Punishment)[7]
Dampak dari Operant conditioning tidak berlangsung lama (bersifat lemah dan bisa lenyap). Terjadinya ekstingsi dimulai ketika respon-respon yang diperkuat mengakhiri dampak yang positif. Seperti anak yang suka melucu akan menghentikan melucunya, apabila dia tidak lagi mendapatkan apresiasi atau penghargaan dari teman-temannya.
Beberapa respon mungkin dapat diperlemah dengan hukuman. Menurut Skinner, hukuman ini terjadi ketika respon diperlemah (menurun  frekuensinya dan bahkan menghilang), karena diikuti oleh stimulus yang tidak menyenangkan.
Perbedaan antara reinforcement negatif dengan hukuman adalah bahwa respon dalam reinforcement negative mengarah kepada proses menghilangkan sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga respon tersebut diperkuat; sedangkan respon pada hukuman mengarah kepada hadirnya sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga respon diperlemah, atau mungkin kepada konsekuensi (dampak) negatif.

F.    Penerapan: Dunia Sebagai Kotak Skinner[8]
  1.    Teknologi tingkah laku
Menurut Skinner, seluruh masalah utama yang dihadapi dunia modern dewasa ini adalah menyangkut tingkah laku manusia. Yang mana masalah tersebut tidak akan bisa teratasi jika hanya mengandalkan fisika atau kimia. Yang dibutuhkan justru teknologi tingkah laku. Dengan kata lain, untuk memahami tingkah laku manusia kita harus melihat faktor-faktor penyebab yang sesungguhnya, yaitu faktor lingkungan.
Skinner beranggapan bahwa sifat-sifat atau gambaran-gambaran dari manusia otonom yang paling menghambat atas terbentuknya teknologi tingkah laku adalah “kebebasan dan kemuliaan”.
  2.    Kebebasan
Menurut Skinner manusia dan kemanusiaan tidak akan sepenuhnya lepas dari kendali lingkungan, melainkan hanya lepas dari pengendali-pengendali tertentu. Untuk memperbaiki keadaan manusia, manusia itu sendiri harus menghentikan usaha pencarian kebabasan yang sia-sia, dan memusatkan perhatian ilmiah kepada perubahan drastis dari struktur-struktur sosial.
  3.    Kemuliaan
Konsep mengenai kemuliaan manusia (human dignity) adalah menyangkut penghormatan dan pemeliharaan martabat manusia. Menurut Skinner, penganut konsep tersebut menentang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tingkah laku, sebab mereka dihambat oleh ilusi mengenai kemuliaan dan tanggung jawab manusia otonom itu. Oleh karena itu konsep kemuliaan menghambat kemajuan manusia. Dan jika kita ingin membangun konsep dunia versi skinner, konsep kemuliaan harus dibuang bersama konsep kebebasan.
  4.    Hukuman
Skinner menentang hukuman tidak hanya karena hukuman itu berasal dari konsep yang keliru mengenai tingkah laku manusia. Tetapi juga hukuman itu bersifat tidak efektif. Selain itu, menurut Skinner bahwa salah satu tugas utama kita adalah membuat kehidupan kurang dari hukuman dengan merancang masyarakat yang tidak perlu menggunakan hukuman sebagai pengendali tingkah laku para anggotanya.
  5.    Alternatif  dari Hukuman
Skinner menyatakan bahwa alternatif-alternatif  lain dari hukuman itu tidak efektif. Selain itu alternatif lain dari hukuman dipraktekkan secara kaku. Alternatif-alternatif itu menurut Skinner antara lain permissiveness, bimbingan dan metode “mengubah pikiran”. Permissiveness atau kebijakan membiarkan adalah cara yang tidak efektif disebabkan kebijakan semacam ini meninggalkan aspek-aspek lain dari pengendalian lingkungan.
  6.    Nilai-nilai
Menurut Skinner, memutuskan atau menilai suatu hal sebagai baik atau buruk mengandung arti mengklasifikasikan suatu hal tersebut ke dalam rangka efek-efek memperkuatnya. Tegasnya, sesuatu yang baik adalah sesuatu yang memperkuat secara positif. Sedangkan sesuatu itu dikatakan buruk apabila memperkuat secara negatif. Sasaran umum yang dimaksud Skinner dalam hal ini adalah untuk menciptakan masyarakat yang seimbang. Di mana masing-masing orang diperkuat atau memperoleh perkuatan secara maksimal.
  7.    Evolusi Kebudayaan
Penciptaan utopia behaviorisme menuntut pemahaman mengenai bagaimana kebudayaan-kebudayaan atau lingkungan-lingkungan sosial berkembang. Menurut Skinner, peranan teknologi tingkah laku dalam pemeliharaan kelangsungan kebudayaan itu adalah membantu percepatan evolusi kebudayaan.
  8.    Perancangan kebudayaan
Skinner mangajukan gagasan tentang perancangan kebudayaan menurut prinsip behaviorisme. Menurut Skinner, kebudayaan mirip dengan kotak eksperimen yang sering ia gunakan dalam penyelidikan tingkah laku. Karena pada keduanya terdapat keniscayaan-keniscayaan dari perkuatan. Skinner juga beranggapan bahwa, rancangan kebudayaan ilmiah itu hanyalah satu cara dari kita untuk memelihara kelangsungan kebudayaan dan kehidupan kita sendiri. Kebudayaan kita, yang telah menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu menyelamatkan dan diselamatkan pengelolanya melalui tindakan-tindakan yang efektif.
  9.    Penghapusan konsep manusia otonom
Skinner menegaskan perlunya penghapusan konsep manusia otonom, karena keberadaan manusia otonom berikut atribut-atribut mentalnya sangan kabur. Menurut Skinner, pada gilirannya konsep manusia otonom itu setahap demi setahap harus dihapuskan dan digantikan oleh konsep dan upaya pengendalian tingkah laku.

III.   PENUTUP

Kesimpulan
Teori kepribadian menurut B.F. Skinner  yaitu Operant Conditioning merupakan suatu bentuk belajar yang mana kehadiran respon berulang-ulang dikendalikan oleh konsekuensinya, dimana individu cenderung mengulang-ulang respon yang diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan. Adanya hukuman dan hadiah yang diberikan akan membuat individu lebih mudah untuk belajar.
Menurut Skinner unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment). Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas (kemungkinan) bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.



DAFTAR PUSTAKA

Syamsu dan Juntika. 2008. Teori Kepribadian. Bandung: Rosda.
Koswara. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco.
Pervin, dkk. 2010. Psikologi Kepribadian: Teori & Penelitian. Jakarta: Kencana




[1] Syamsyu dan Juntika, Teori Kepribadian (Bandung: Rosda) hal. 127.
[2] Pervin dkk, Psikologi Kepribadian: Teori & Penelitian (Jakarta: Kencana) hal. 357.
[3] Koswara, Teori-teori Kepribadian (Bandung: 1991) hal.  72-77.
[4] Syamsyu dan Juntika, Teori Kepribadian (Bandung: Rosda) hal. 128-129.
[5] Syamsyu dan Juntika, Teori Kepribadian (Bandung: Rosda) hal. 129-130.
[6] Syamsyu dan Juntika, Teori Kepribadian (Bandung: Rosda) hal. 130-131.
[7] Syamsyu dan Juntika, Teori Kepribadian (Bandung: Rosda) hal. 131-132.
[8] Koswara, Teori-teori Kepribadian (Bandung: 1991) hal.  101-108.

No comments:

Post a Comment