Wednesday, February 27, 2019

TEOLOGI AGAMA - AGAMA “PERANAN AGAMA-AGAMA DALAM EKOLOGI”

PAPER
TEOLOGI AGAMA - AGAMA
“PERANAN AGAMA-AGAMA DALAM EKOLOGI”

DOSEN:
Yanice Janis, M.Si.Teol


Diusun Oleh:
Ferdinand Willy Sualang (1301051)
Kelas C, Semester VI, PAK















SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN NEGERI
(STAKN) MANADO
2016




I.      PENDAHULUAN

Istilah ekologi pertama kali dimunculkan oleh Ernst Haeckel, seorang murid Darwin, tahun 1866, yang menunjuk pada keseluruhan organisme atau pola hubungan antar organisme dan lingkungannya.  Kata ekologi berasal dari kata Yunani: oikos dan logos, yang secara harafiah berarti ‘rumah’ dan ‘pengetahuan’. Ekologi sebagai ilmu berarti pengetahuan tentang lingkungan hidup atau planet bumi ini sebagai keseluruhan. Bumi dianggap rumah tempat kediaman manusia dan seluruh mahluk dan benda fisik lainya.
 Berbicara mengenai ekologi berhubungan erat dengan lingkungan hidup. Lingkungan hidup itu mencakup arti yang sangat luas, yang dapat diidentifikasikan sebagai kondisi, situasi, benda, makhluk hidup, ruang, alat dan perilaku manusia yang mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan, kelangsungan seluruh isi planet bumi, termasuk manusia. Dengan demikian, kajian ekologi berarti mengetahui dari dalam dinamika-dinamika yang saling berhubungan, yang membentuk kehidupan seluruh rumah tangga dan persyaratan untuk hidup bersama. Tujuannya adalah untuk menghormati keutuhan ciptaan dan hidup harmonis berdampingan dengan alam. Dengan ekologi kita belajar memusatkan perhatian pada alam sebagai penyelidikan tentang seluruh hubungan dari makhluk hidup, baik dengan lingkungan organisnya maupun dengan lingkungan anorganisnya. Dengan ekologi pula kita mencari solusi untuk mencegah dan mengatasi kerusakan-kerusakan yang terjadi di bumi kita ini.
Semua makhluk hidup pasti mendambakan lingkungan hidup yang baik. Namun pada kenyatannya, sekarang ini banyak terjadi banyak terjadi kerusakan lingkungan. Menanggapi kerusakan lngkungan ini, agama-agama di dunia turut berpartisipasi untuk menaggulanginya. Oleh karena itu, di dalam paper ini akan dibahas mengenai “Peran Agama-agama dalam Ekologi”. 
II.    PEMBAHASAN

Peranan Agama-agama dalam Ekologi

A.   Ekologi Menurut Perspektif Kristen
Pandangan Kristen tentang lingkungan sebaiknya bersifat teosentris. Allah adalah subyek dan realitas mutlak yang menjadi sumber satu-satunya dari alam semesta. Itulah pengakuan iman yang dikemukakan mengenai penciptaan langit dan bumi, yaitu Allah sebagai Pencipta. Oleh karena itu, fokus teologi bukan hanya pada relasi antara manusia dengan Allah. Teologi harus memposisikan manusia bukan hanya di hadapan Allah, melainkan juga di hadapan alam dan makhluk lannya, yang juga diakui sebagai ciptaan Allah.[1] Itulah sebabnya alam ini dengan seluruh isinya harus diperlakukan sebagai ciptaan Allah yang baik. Atas dasar itu, maka manusia harus menghargai dan memelihara alam ciptaan Allah.[2]
Cerita penciptaan memberitakan bahwa Allah menciptakan keteraturan dari kekacauan. Allah mengatur dunia dengan memisahkan terang dari gelap dan darat dari laut. Ia menciptakan seisi langit dan bumi dan memberi tempat kepada segala makhluk. Kemudian Allah menciptakan manusia untuk mengatur semuanya itu.[3] Hubungan antara manusia dan ciptaan berasal dari berkat Allah sesuai perintah dalam Kejadian 1:28 untuk “menaklukkan” bumi dan berkuasa atas semua makhluk hidup. Perintah untuk menaklukkan seolah-olah mengisyaratkan kekuasaan yang sangat kuat atas bumi untuk tujuan manusia. Akan tetapi, analisis eksegetis menunjukkan bahwa kata itu hanya menunjukkan pengusahaan bumi, bukan dorongan untuk memperlakukan semua makhluk hidup dengan kasar.[4]
Kerusakan lingkungan hidup atau krisis ekologis tidak dapat dilepaskan dari peran dan campur tangan manusia. Oleh karena itu, manusia harus menyadari bahwa manusia diciptakan Allah segambar dan serupa dengan Allah. Diciptakan segambar dan serupa dengan Allah berarti bahwa manusia hidup dalam relasi yang baik dengan Allah dan dengan ciptaan Allah lainnya. Arti segambar dan serupa dengan Allah dipahami dalam konteks tugas dan wewenang yang diberikan oleh Allah kepada manusia untuk menguasai dan menaklukan serta mengusahakan dan memelihara alam atas nama Allah (Kejadian 1:26-28; 2:15). Artinya, manusia diberi wewenang oleh Allah untuk turut serta dalam karya Allah, yaitu sebagai mitra Allah dalam karya penciptaan berkelanjutan. Dalam panggilan itu, manusia melaksanakan tugas panggilan pemerintahan atas ciptaan lain untuk mengelola, memanfaatkan, dan memelihara alam untuk tujuan kesejahteraan dirinya, keharmonisan seluruh ciptaan dan untuk memuliakan Allah.[5]
Panggilan untuk memanfaatkan sumber-sumber alam sebagai pelayanan dan pertanggungjawaban akan mendorong kita melestarikan sumber-sumber alam, sekaligus melakukan keadilan terhadap sesama. Contohnya, manusia menghemat penggunaan sumber-sumber alam (hutan, air, mineral) agar tetap mencukupi kebutuhan manusia dan makhluk hidup yang lain secara berkesinambungan.[6]
B.   Ekologi Menurut Persspektif Islam
Berkaitan dengan Ekologi, agama Islam mengajarkan mengenai akhlak terhadap makhluk lainnya dan alam semesta. Di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa manusia harus memelihara, mengatur dan memakmurkan bumi (Qs. 2:30); dan manusia tidak boleh melakukan perbuatan merusak lingkungan (Qs. 30:41).[7] Tanda-tanda bahwa tradisi Islam benar-benar mendukung perhatian terhadap lingkungan masih dapat kita lihat. Menyisihkan tanah agar tidak digarap, sering kali digunakan untuk perlindungan satwa liar, merupakan tradisi Muslim kuno yang masi bisa dilihat di banyak negara Muslim. Lembaga-lembaga negara, seperti Meteorology and Environmental Protection Administration Arab Saudi, telah memutuskan untuk mendukung kesetiaan terhadap prinsip-prinsip Islam mengenai perlindungan lingkungan. Sementara berkaitan dengan tema “The Environmental Aspects of Development”, Konferensi Menteri Arab mempertimbangkan iman islam dan nilai-nilainya dalam hubungannya dengan perhatian ekologis.[8]
Farid Esack, seorang pemikir muslim, menjelaskan mengenai sikap yang seharusnya dilakukan orang muslim terhadap lingkungan hidup. Menurut pandangannya, manusia adalah penjaga dan pengguna alam yang harus melindungi alam sesuai dengan perintah Allah. Menurutnya, “Allah sudah mempercayakan bumi kepada kita, sebagai amanah”.[9]
C.   Ekologi Menurut Perspektif Buddha
Bertolak dari pemikiran Buddhadasa, rahib Santikaro Bhikkhu yang berasal dari Chicago memperkenalkan ajaran Buddha yang dinamakan Jalan Sosial Mulia. Dia mengajarkan tentang “ekologi yang benar”. Ia ingin agar tindakan ekologis atas sumber-sumber daya suatu daerah diatur dan dikontrol oleh masyarakat, karena masyarakat pedesaan biasanya mempunyai minat dan kepentingan mereka sendiri dalam melestarikan sarana dasar kehidupan mereka. Harus ada hutan-hutan di sekeliling sawah ladang yang dikelola dan dikembangkan oleh masyarakat-masyarakat itu, dan di antara hutan-hutan itu harus ada ruang alami untuk menjaga kelestarian berbagai spesies. Tindakan ini tidak sekadar melindungi lingkungan hidup, lebih dari itu ia ingin menjaga kelestariannya demi angkatan-angkatan masa sekarang dan masa yang akan datang.[10]
D.   Ekologi Menurut Perspektif Hindu
Sebagai agama rakyat, Hindu memiliki banyak tradisi. Namun makna lebih dalam dari semua tradisi itu terletak dalam hal menjaga kelestarian lingkungan alam dan penggunaannya secara terkendali oleh penduduk. Pohon-pohon dan pagar-pagar suci dikenal di seluruh India. Sungai-sungai disembah dan dipuja seperti dewa. Ritus-ritus harus dilakukan oleh seseorang yang akan memasuki hutan atau bagian alam yang dilindungi, misalnya Lembah Bunga di Pegunungan Himalaya. Hal ini menyatakan dengan jelas bahwa menurut pandangan Hindu, antara manusia dan alam secara kodrati merupakan unsur-unsur  dalam suatu sistem yang tak terpisahkan.[11] Di dalam Atharva Veda dapat ditemukan pasal-pasal yang memuji bumi, sambil meminta kemurahan hatinya dan bersumpah untuk melundunginya. Ada juga teks yang berbunyi: Bumi adalah ibu, dan saya adalah anak dari bumi. Dalam kesadaran akan kelimpahan ibu bumi, Arharva Veda menyampaikan baik pujian akan kekuatan maupun jaminannya bahwa ia tidak akan diganggu oleh intervensi manusia.[12]
E.   Ekologi Menurut Perspektif Konghucu
Di dalam Konfusianisme dari masa naskah klasik awal, dari Book of History, langit dan bumi telah disebut sebagai orang tua agung yang telah menyediakan hidup dan jaminan. Sebagaimana orang tua di dalam keluarga pantas mendapat penghormatan anak, demikian juga langit dan bumi. Jadi, kita diberitahu bahwa mereka tidak boleh dieksploitasi secara sembarangan oleh manusia.[13]
F.    Kebersamaan Agama-agama dalam Menanggulangi Masalah Ekologi
Menanggapi masalah kerusakan ekologis yang terjadi secara global, agama-agama di dunia turut berperan serta untuk menanggulangi masalah tersebut. Salah satu contohnya adalah terbentuknya dokumen Global Ethic yang merupakan Deklarasi Parlemen Agama-agama Dunia. Di dalam dokumen tersebut, di bawah sub judul “Komitmen pada sebuah budaya non kekerasan dan hormat pada kehidupan”, disebutkan bahwa: Pribadi manusia memiliki nilai yang tak terhingga, karena itu harus selalu dilindungi. Demikian juga dengan kehidupan binatang dan tumbuhan yang menghuni planet ini bersama kita, berhak mendapat perlindungan, pemeliharaan, dan kasih saying. Eksploitasi yang tanpa henti terhadap dasar-dasar alami kehidupan, penghancuran yang tidak benar atas biosfer, dan militerisasi kosmos, semuanya adalah kebiadaban. Sebagai manusia kita harus bertanggung jawab – khususnya kepada generasi yang akan datang- mengenai bumi dan kosmos, mengenai udara, air, dan tanah. Kita semua terikat bersama dalam kosmos ini dan kita saling bergantung satu sama lain. Masing-masing kita bergantung pada kesejahteraan semuanya. Oleh karena itu, dominasi manusia atas alam dan kosmos harus dilarang. Malah kita harus mengembangkan kehidupan dalam harmoni dengan alam dan kosmos.[14]
Dewan Gereja Dunia juga turut berpartisipasi dalam pelestarian bumi. Dalam dokumen yang berjudul Accelerated Climate Change: Sign of Peril, Test of Faith; disebutkan bahwa: dengan melihat penurunan kualitas sistem-sistem alamiah itu, kita mengetahui bahwa “kita harus merawat dengan sungguh-sungguh seluruh ciptaan, bukan demi kita sendiri saja, melainkan juga demi ciptaan itu sendiri dan Allah, karena Allah menciptakan dan mengasihi semua”. Kita harus melindungi habitat bumi ini sehingga dia akan menopang kehidupan anak-anak dari anak-anak kita, bersama-sama dengan kehidupan lainnya, ke masa depan yang tak terbatas.[15]
Di Indonesia, PGI juga telah turut serta memikirkan dan peduli terhadap alam ciptaan Allah. Dalam Pemahaman Bersama Iman Kristen (PBIK) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), pada butir yang kedua bagian B, mengenai pemahaman tentang penciptaan dan pemeliharaan, disebutkan bahwa “Allah memberi mandat kepada manusia untuk turut memelihara seluruh ciptaan Allah”.[16] Semua bangsa dan agama harus terlibat dalam tugas bersama menyelamatkan dan melestarikan keutuhan dan kemampuan planet ini. Kalau tugas ini tidak bisa dilakukan bersama, tidak bisa berhasil. “Kepedulian terhadap kesejahteraan planet ini adalah sesuatu yang diharapkan dapat membawa bangsa-bangsa (dan agama-agama) ke dalam suatu komunitas antar-bangsa (dan antar-agama)”.[17]

PENUTUP

A.   Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai Peranan Agama-agama dalam Ekologi, saya simpulkan bahwa pada dasarnya semua agama mengajarkan untuk melestarikan alam. Agama Kristen mengajarkan manusia melaksanakan tugas panggilan pemerintahan atas ciptaan lain untuk mengelola, memanfaatkan, dan memelihara alam untuk tujuan kesejahteraan dirinya, keharmonisan seluruh ciptaan dan untuk memuliakan Allah. Agama Islam mengajarkan manusia diberi amanat manusia untuk memelihara, mengatur dan memakmurkan bumi serta tidak boleh melakukan perbuatan merusak lingkungan. Agama Hindu mengajarkan bahwa bumi adalah ibu dan manusia adalah anak, sehingga manusia harus menghormati dan menjaga kelestarian alam. Agama Buddha mengajarkan untuk menjaga lingkungan hidup demi angkatan-angkatan di masa yang akan datang. Agama Konghucu mengajarkan bahwa langit dan bumi adalah orang tua agung yang telah menyediakan hidup dan jaminan, yang pantas mendapat penghormatan dan dijaga kelestariannya.
Agama-agama di dunia turut berperan serta untuk menanggulangi masalah ekologis. Salah satu contohnya adalah terbentuknya dokumen Global Ethic yang isinya mengajak semua manusia untuk melestarikan lingkungan. DGD dan PGI juga mengajak umat Kristiani untuk memelihata seluruh ciptaan Allah.
B.   Saran
Sebaiknya semua hasil konferensi para pemimpin agama di dunia yang berhubungan dengan ekologi disosialisasikan kepada pemeluk agama masing-masing. Ajaran agama untuk melestarikan lingkungan wajib diajarkan. Contohnya: pemimpin agama umat Kristiani mengajarkan bahwa Allah memberi mandat kepada manusia untuk turut memelihara seluruh ciptaan Allah (berdasarkan ayat Alkitab). Tujuan kita memelihara ciptaan Allah juga perlu dijelaskan, yaitu “supaya baik keadaanmu dan lanjut umurmu” (Ulangan 22:7).
DAFTAR PUSTAKA

Rasmussen, Larry. 2010. KOMUNITAS BUMI: ETIKA BUMI: Merawat Bumi Demi Kehidupan Yang Berkelanjutan Bagi Segenap Ciptaan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Borrong, Robert. 2009. ETIKA BUMI BARU. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Samosir, Leonardus. 2010. AGAMA DENGAN DUA WAJAH: Refleksi Teologis Atas Tradisi Dalam Konteks. Jakarta: OBOR.
Sairin, Weinata. 2012. VISI GEREJA MEMASUKI MILENIUM BARU. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Daene-Drummond. 2006. TEOLOGI DAN EKOLOGI. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Brownlee, Malcolm. 2004. TUGAS MANUSIA DALAM DUNIA MILIK TUHAN: Dasar Theologis Bagi Pekerjaan Orang Kristen Dalam Masyarakat. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Berndt, Hagen. 2006. AGAMA YANG BERTINDAK: Kesaksian Hidup Dari Berbagai Tradisi. Yogyakarta: Kanisius.
Tucker & Grim. 2007. AGAMA, FILSAFAT, DAN LINGKUNGAN HIDUP. Yogyakarta: Kanisius.
Adiprasetya, Joas. 2009. MENCARI DASAR BERSAMA: Etik Global Dalam Kajian Postmodernisme dan Pluralisme Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Knitter, Paul. 2008. SATU BUMI BANYAK AGAMA: Dialog Multi-Agama dan Tanggung Jawab Global. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Keputusan Sidang Raya XII PGI Jayapura, 21-30 Oktober 1994. 2002. LIMA DOKUMEN KEESAAN GEREJA. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Bolotio, Rivai. 2016. Bahan Ajar Mata Kuliah Islamologi di Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Manado.





[1] Leonardus Samosir, Agama Dengan Dua Wajah (Jakarta: OBOR), hal. 152-153.
[2] Robert Borrong, Etika Bumi Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia), hal. 216.
[3] Malcolm Brownlee, Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan (Jakarta: BPK Gunung Mulia), hal. 40.
[4] Daene-Drummond, Teologi dan Ekologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia), hal. 19.
[5] Robert Borrong, Etika Bumi Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia), hal. 252.
[6] Weinata Sairin, Visi Gereja Memasuki Milenium Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia). hal. 141.
[7] Rivai Bolotio, Bahan Ajar Islamologi di Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Manado, hal. 58.
[8] Tucker & Grim, Agama, Filsafat dan Lingkungan Hidup (Yogyakarta: Kanisius), hal. 113-114.
[9] Hagen Berndt, Agama Yang Bertindak (Yogyakarta: Kanisius), hal. 147.
[10] IBID, hal. 148-149.
[11] Hagen Berndt, Agama Yang Bertindak (Yogyakarta: Kanisius), hal. 149.
[12] Tucker & Grim, Agama, Filsafat dan Lingkungan Hidup (Yogyakarta: Kanisius), hal. 140-141.
[13] IBID, hal. 198.
[14] Joas Adiprasetya, Mencari Dasar Bersama (Jakarta: BPK Gunung Mulia), hal. 152.
[15] Larry Rasmussen, Komunitas Bumi: Etika Bumi: Merawat Bumi Demi Kehidupan Yang Berkelanjutan Bagi Segenap Ciptaan (Jakarta: BPK Gunung Mulia), hal. 249-250.
[16] Keputusan Sidang Raya XII, Lima Dokumen Keesaan Gereja, hal. 153.
[17] Thomas Berry dalam Paul Kintter, Satu Bumi Banyak Agama (Jakarta: BPK: Gunung Mulia), hal. 179-180.

RANGKUMAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MASYARAKAT MAJEMUK


DAFTAR ISI

Materi 1 :  Gereja Dan PAK Di Indonesia...................................................................... 2
Materi 2 : Sekolah Dan PAK Di Indonesia.................................................................... 4
Materi 3 : PAK Dalam Konteks Masyarakat Indonesia................................................ 6
Materi 4 : Pemahaman PAK............................................................................................ 8
Materi 5 : Realitas Pluralisme Masyarakat Indonesia ............................................... 10
Materi 6 : Pluralisme Masyarakat Di Indonesia........................................................... 12
Materi 7 : PAK Dalam Masyarakat Majemuk................................................................ 14
Materi 8 : PAK Dan Keterbukaan.................................................................................. 16
Materi 9 : Prinsip-Prinsip PAK Dalam Masyarakat Majemuk.................................... 18
Materi 10 : Sikap Yang Perlu Di Hindari Dalam Masyarakat Majemuk................... 20
Materi 11 : Pendekatan PAK Dalam Masyarakat Majemuk....................................... 22
Materi 12 : Strategi PAK Dalam Masyarakat Majemuk............................................... 24
Materi 13 : Pengembangan Model PAK....................................................................... 26
Daftar Pustaka.................................................................................................................. 28



MATERI I : GEREJA DAN PAK DI INDONESIA
A.   PAK Dalam Konteks Gereja
1.    Tugas Utama Gereja
Bagi gereja PAK adalah tugas utama dan harus mendapat tempat penting dari seluruh pelayanannya. Gereja yang terlalu menekankan pada pelayanan ibadah dan khotbah dan mengabaikan pengajaran akan gereja yang timpang.
2.    Merupakan Usaha Sungguh-sungguh
Bagi gereja PAK bukanlah usaha sambilan atau kelas dua dalam pelayanan jemaat, tetapi haruslah merupakan usaha sungguh-sungguh.
3.    Berkesinambungan
Agar memperoleh hasil yang maksimal penyelenggaraan PAK haruslah merupakan usaha berkesinambungan dan terus-menerus.
4.    Ruang Lingkup PAK Dalam Gereja
Dalam tradisi gereja-gereja yang ada, pada umumnya pelayanan di dalam gereja dibagi dalam komisi-komisi.
B.   PAK Dalam Konteks Sekolah
1.    Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Keberhasilan PAK tidak hanya terletak pada tersusunnya materi kurikulum yang baik, tetapi juga ditentukan oleh faktor-faktor lain. Jika kurikulum baik tetapi mutu guru tidak baik maka hasilnya juga tidak akan baik. Kurikulum baik, guru baik tetapi sarana dan prasarana tidak baik, hasilnyapun tidak akan maksimal.
2.    Mutu dan Kualitas Guru PAK
Kurangnya guru-guru agama Kristen menjadi hambatan utama, karna formasih pengangkatan guru agama Kristen jauh dari kebutuhan-kebutuhan yang ada. Banyak peserta didik yang beragama Kristen tidak mendapatkan pendidikan agama di sekolah karna tidak tersedianya guru yag mengajar.
3.    Sarana dan Prasarana Penyelenggaraan PAK di Sekolah
Keprihatinan lain adalah terbatasnya sarana dan prasarana penyelenggaraan PAK di sekolah. Sering di temui bahwa sekolah tidak enyediakan sarana yang memadai untuk penyelenggaraan PAK. Kadang guru harus mengajar PAK di perpustakaan sekolh, atau di salah satu ruang kecil saja, bahkan ada yang mengajar di gang yang terdapat di sekolah.
C.   PAK Dalam Konteks Masyarakat Indonesia
Pendidikan Agama Kristen di Sekolah haruslah mengarahkan kepada keterbukaan. Ada empat prinsip utama dari Pendidikan Agama Kristen yaitu, Learning to know, Learning to do, Learning to be, Learning to live together.[1]
D.   Tantangan dan pergumulan yang dihadapi oleh Gereja
Gereja sadar bahwa dunia ini kini terlibat pula dalam suatu krisis yang hebat. Umat manusia seakan-akan berlomba-lomba untuk saling membinasakan. Gereja seolah-olah kehilangan daya dan semangat untuk membarui dirinya sendiri senantiasa. Seakan-akan tak sanggup lagi melahirkan anak-anak Tuhan yang sejati, yang hidup dalam percaya dan yang mempengaruhi lingkungannya karena kuasa Roh Kudus yang mendiami mereka itu.[2]

MATERI II : SEKOLAH DAN PAK DI INDONESIA
A.   Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
PAK disekolah di Indonesia diselenggarakan dengan dasar hukum UUD 1945 BAB XI, pasal 29 no.2, UU no 4 tahun 1950 No 12 tahun 1954 BAB 9 ayat 1, kep. Bersama Mentri Agama dan Menteri P & K tahun 1953, intruksi no 51 / 1967,  kep. Bersama Mendikbud dan Menag tahun 1985, dan GBHN 1983 serta 1993.[3]
Dalam kurikulum, tujuan pengajaran PAK disebut kompetensi yang didasari oleh nilai-nilai kristiani. PAK adalah mata pelajaran yang bermuatan ranah afektif dan psikomotorik lebih besar daripada kognitif, sehingga melalui PAK, siswa mengalami perjumpaan dengan Allah lewat Yesus Kristus, Sang sumber nilai-nilai yang membawa perubahan dalam diri anak.
B.   Kualitas dan Peranan Guru
Menjadi seorang guru harus memiliki kompetensi Pedagogi, Kepribadian, Sosial dan Profesional. Secara khusus untuk Guru Pendidikan Agama Kristen ialah Kepemimpinan. Seorang guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang isi iman Kristen. Ia harus mengenal Alkitab dengan baik. Untuk itu ia sendiri perlu dididik dan dilatih sebelum ia mengajar orang lain.[4]      Untuk itu guru hendaknya memahami prinsip-prinsip bimbingan dan menerapkannya dalam proses belajar-mengajar.[5]
Guru yang baik adalah guru yang apat menimbulkan minat dan semangat  belajar siswa-siswa melalui mata pelajaran yang diajarkannya, Memiliki kecakapan untuk memimpin,dapat menghubungkan materi pelajaran dengan pekerjaan-peerjaan praktis. Dalam hal hubungan siswa dengan guru, yaitu guru yang dicari oleh siswa untuk memperoleh nasihat dan bantuan, mencari kontak dengan siswa di luar kelas, memimpin kegiatan kelompok, memiliki minat dalam pelayanan sosial, membuat kontak dengan orang tua siswa. Sikap professional, yaitu guru yang ukarela untuk melakukan pekerjaan ekstra, dapat menyesuaikan diri dan sabar, memiliki sikap yang konstruktif dan rasa tanggung jawab, berkemauan untuk melatih diri, memiliki semangat untuk memberikan layanan kepada siswa, sekolah dan masyarakat.[6]
C.   Sarana dan PraSarana Pendidikan
a.    Alat pelajaran adalah alat – alat yang di gunakan untuk merekam – rekam bahan pelajaran atau alat pelaksanaan kegiatan belajar.
b.    Alat peraga adalah segala macam alat yang digunakan untuk meragakan ( mewujudkan, menjadikan terlihat ) objek materi pelajaran ( yang tidak tampat mata atau tak terinra atau susah untuk diindra )
c.    Media pendidikan adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran.ada 3 jenis media yaitu audio, visual, dan audio visual.[7]



MATERI 3 : PAK DALAM KONTEKS MASYARAKAT DI INDONESIA
A.   PAK dan Heterogenitas
Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.[8] Tujuannya untuk membina dan mendidik semua warganya mencapai tingkat kedewasaan dalam iman, pengharapan, dan kasih, guna melaksanakan misinya di dunia ini sambil menantikan kedatangan kedua dari Tuhan Yesus Kristus.[9] Sedangkan menurut Robert Boiehlke, tujuan PAK agar peserta didik memahami dan menghayati Kasih Allah dalam Yesus Kristus, yang dinyatakannya dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungannya.[10] Werner Graendorf pun mengatakan bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah proses pengajaran yang membimbing setiap pribadi pada semua tingkat pertumbuhan melalui pengajaran masa kini kearah pengenalan dan pengalaman rencana dan kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan, dan memperlengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif.[11]
Heteronegitas adalah keanekaragaman.[12] Keanekaragaman yang dimaksud adalah agama, budaya, suku, maupun pekerjaan. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen, hal itu dapat dibuktikan salah satunya dengan keberagaman agama.  Pendidikan Agama Kristen harus memainkan peranan yang sangat penting karena generasi muda yang dididik baik di gereja maupun di sekolah adalah generasi yang hidup dalam konteks heterogenitas. 

B.   Kemandirian Iman
Pendidikan Agama Kristen harus menjadi salah satu usaha pembentukan kemandirian iman, sehingga peserta didik mampu memiliki ketetapan iman maupun ketetapan hati meskipun ia berada di lingkungan yang berbeda dengannya. Dengan demikian, peserta didik akan mampu menempatkan dirinya di tengah-tengah pergaulan sekolah dengan tidak kaku, namun tetap menjaga kemandirian imannya, serta mampu menolak segala tren-tren kehidupan yang bertentangan dengan nilai-nilai iman yang dimilikinya.

C.   Keterbukaan
Pendidikan Agama Kristen haruslah mampu membawa peserta didik pada keterbukaan. Keterbukaan akan menghindarkan diri dari menjelek-jelekan agama lain, tetapi melihat secara positif bahwa dalam agama lain pun terdapat ajaran-ajaran baik yang dapat diterapkan dalam kehidupan bersama. Keterbukaan memungkinkan peserta didik dapat melihat orang lain bukan sebagai musuh tetapi sebagai sahabat. Keterbukaan memungkinkan orang-orang Kristen dapat menjadi berkat bagi sesamanya.[13]


MATERI 4 : PEMAHAMAN PAK

A.   Pengertian Pendidikan Agama Kristen
E.G.  Homrighausen mengatakan: “Pendidikan Agama Kristen berpangkal pada persekutuan umat Tuhan.[14] Menurut Warner C. Graedorf PAK adalah “Proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus, dan bergantung kepada Roh Kudus, yang membimbing setiap pribadi pada semua tingkat pertumbuhan dalam setiap aspek kehidupan, dan melengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif, yang berpusat pada Kristus sang Guru Agung dan perintah yang mendewasakan pada murid” Menurut Martin Luther PAK adalah pendidikan yang melibatkan warga jemaat untuk belajar teratur dan tertib agar semakin menyadari dos mereka serta bersukacita dalam firman Yesus Kristus yang memerdekakan. [15]
Jadi, Pengertian pendidikan agama Kristen adalah kegiatan politis bersama pada peziarah dalam waktu yang secara sengaja bersama mereka memberi perhatian pada kegiatan Allah di masa kini kita, pada cerita komunitas iman Kristen, dan visi kerajaan Allah, benih-benih yang telah hadir diantara kita.[16]
B.   Hakikat PAK
Hakikat PAK adalah usaha yang dilakukan secara kontinu dalam rangka mengembangkan kemampuan para siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Allah didalam Yesus Kristus yang dinyatakannya dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya.[17]
C.   Ruang Lingkup PAK
Ruang lingkup PAK mencangkup semua bentuk pelayanan pendidikan dan pembinaan Kristen untuk semua lapisan usia yang menjadi tanggung jawab dan  di selengkarakan oleh gereja secara teratur, bertujuan, dan terus menerus. Mata pelajaran Agama Kristen di sekolah atau perguruan tinggi hanyalah sebagian kecil dari PAK, namun menjangkau massa yang sngat besar. [18]
D.   Tujuan PAK
Hieronimus (345-420), PAK adalah pendidikan yang tujuannya mendidik  jiwa sehingga menjadi bait Tuhan “haruslah kamu sempurna sama seperti Bapa-Mu yang di surga adalah sempurna”. Agustinus (345-430), PAK adalah pendidikan yang bertujuan mengajar orang supaya “melihat Allah dan hidup bahagia”. John Calvin (1509-1664), PAK bertujuan mendidik semua putra-putri gereja agar mereka, terlibat dalam penelaahan Alkitab secara cerdas sebagaimana dengan bimbingan Roh kudu, mengambil bagian dalam kebaktian dan memahami keesaan Gereja. Diperlengkapi untuk memilih cara-cara mengejawantakan pengabdian diri kepada Allah Bapa dan Yesus Kristus dalam pekerjaan sehari-hari serta hidup bertanggung jawab dibawah kedaulatan Allah.[19]

MATERI 5 : REALITAS PLURALISME MASYARAKAT INDONESIA
A.   Pluralisme Masyarakat Indonesia
Indonesia adalah negara kesatuan dan memegang teguh falsafah “Bhineka Tunggal Ika”. Indonesia menyadari bahwa keanekaragaman ini dapat  menjadi potensi kekuatan tetapi juga menjadi ancaman dan sumber malapetaka bangsa. Untuk itulah persatuan dan kesatuan bangsa harus terus diperjuangkan dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Ini adalah tugas seluruh bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai golongan, suku, ras dan agama.[20]
B.   Kemajemukan Aliran Keagamaan
Indonesia kaya akan aliran-aliran keagamaan yang di akui oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga keagamaan. Islam misalnya ada NU, Muhammadyah, dan lain-lain. di Kristen ada Protestan, Metodhist, Advent, Bala Keselamatan, Baptis, Pentakosta, Injili dan Kharismatik. Supaya semua dapat rukun bersama dalam wadah kesatuan RI, maka pemerintah pun mengatur pergaulan antar agama. Semua itu dilakukan agar heterogenitas agama-agama di Indonesia dapat hidup rukun dan damai.[21]
C.   Sensitivitas Keagamaan
Menurut Budiono, sensitif ialah peka. Adapun sensitivitas ialah perasaan yang peka atau yang lekas timbul.[22] Oleh karena itu, rasa sensitif bisa muncul dalam dua bentuk yaitu sensitif positif dan sensitif negatif. Oleh karenaitu, umat agama apapun perlu kembali merenungkan kembali esensi agama-agama yang mereka anut. Agama apapun itu baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu tidak pernah mengajarkan kepada pemeluknya untuk membunuh umat lain yang berbeda agama tanpa ada alasan yang jelas. Setiap agama tentunya punya nilai-nilai substantif berupa kasih sayang, toleransi, tolong menolong, dsb. Nilai-nilai itulah yang harusnya diambil ketika seseorang hidup di tengah masyarakat yang plural dan majemuk.
Menurut beberapa kajian, rasa sensitif (sensitivitas) beragama muncul dikarenakan kembali pada dogma dan dengan oposisi biner, hitam-putih, salah-benar. Mereka yang termasuk hitam adalah mereka yang salah dan disebutnya sebagai setan jahat, sementara yang putih adalah mereka yang benar termasuk anak Tuhan.[23] Rasa sensitif yang menyebabkan konflik dan kekerasan atas nama agama atau Tuhan lebih disebabkan oleh karena pemeluk semua agama tidak konsisten dengan keyakinannya sendiri.[24]
Yang perlu diingat, bahwasannya setiap komunitas mempunyai  keyakinan tersendiri dalam beberapa hal tertentu. Hendaknya perbedaan tersebut tidak dapat menjadi alasan untuk menebarkan kekerasan diantara satu kelompok terhadap kelompok lain. Intinya, keyakinan kelompok tertentu harus dihargai dan dihormati.[25]


MATERI 6 : PLURALISME MASYARAKAT DI INDONESIA
A.   Keanekaragaman Gereja di Indonesia
Agama Kristen di Indonesia memiliki banyak denominasi gereja, mulai dari GPI (Gereja Protestan di Indonesia), sampai pada gereja kharismatik. Gereja Protestan di Indonesia merupakan kelanjutan dari Indische Kerk dengan tradisi Kalvinis; mencakup Gereja Masehi Injili di Minahasa (1934), Gereja Protestan Maluku (1935), Gereja Masehi Injili di Timor (1947), Gereja Toraja (1947), Gereja Protestan di Indonesia Bahagian Barat (GPIB, 1948), Gereja Protestan di Sulawesi Tenggara (1957), Gereja Protestan di Indonesia di Gorontalo (1965), Gereja Protestan Indonesia di Donggala (1965), Gereja Protestan di Indonesia di Buol/Tolitoli (1964), Gereja Kristen Luwuk Banggai (1966), Gereja Protestan Indonesia di Irian Jaya (1985).[26]
Seiring waktu, jumlah gereja bertambah besar dan kekristenan Indonesia semakin beraneka ragam. Penyebab ialah mekarnya beberapa gereja akibat unsur kesukuan/kedaerahan, Penyebab lain bertambahnya gereja di Indonesia adalah masuknya atau perluasan pengaruh denimonasi-denominasi jenis kebangunan.[27]
B.   Keesaan Gereja di Indonesia
Keesaan gereja di Indonesia diwujudkan dalam gerakan oikumenis oleh gereja-gereja di Indonesia.[28] Pada tahun 1949, diusahakan pendirian DGI sebelum Konferensi East Asia Christian Conference di Bangkok, namun tidak tercapai. Selanjutnya pada tanggal 6-11 November 1949 diadakan Konperensi Persiapan Dewan Geredja-geredja di Indonesia.[29]
Pada tanggal 21-28 Mei 1950 diadakan Konferensi Pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia, bertempat di Sekolah Theologia Tinggi (sekarang STT Jakarta). Salah satu agenda dalam konferensi tersebut adalah pembahasan tentang Anggaran Dasar DGI. Pada tanggal 25 Mei, Anggaran Dasar DGI disetujui oleh peserta konferensi dan tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) dalam sebuah "Manifes Pembentoekan DGI. Pada tanggal 25 Mei 1950, DGI terbentuk. DGI bertujuan untuk pembentukan gereja Kristen yang esa di Indonesia.[30]
C.   Kesatuan Dalam Kepelbagaian
Indonesia merupakan bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa, adat istiadat dan agama; sehingga bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk. yang hidup tersebar dalam ribuan pulau. Kita patut bersyukur kepada Tuhan, bahwa bangsa kita yang terdiri atas berbagai suku, bahasa, dan agama tersebut, dapat bersatu dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.[31] Bhineka Tunggal Ika adalah suatu semboyan nasional yang berarti “berbeda-beda tapi tetap satu. Semboyan ini lahir sebagai refleksi atas realitas kemajemukan bangsa, sekaligus sebagai jawaban agar kemajemukan itu tidak memicu disintegrasi, tetapi justru menjadi tiang-tiang penyangga bagi hadirnya sebuah bangsa yang kukuh.

MATERI 7 : PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
A.   Dasar Hukum
Kebebasan beragama di negara Indonesia,mengacu pada UUD 1945.   Jika kita merujuk pada pasal 28E ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi : Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali dan Pasal 28E ayat (2) menyatakan. “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya ”.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, disebutkan bahwa: pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama (Pasal 2 ayat 1).
B.   Dasar teologis
1.    Allah sebagai pencipta dan manusia sebagai ciptaan
Dasar teologis yang pertama adalah apa yang kita baca terutama dalam kitab Kejadian pasal 1-11, tetapi juga dalam banyak bagian Alkitab yang lain, yaitu pengakuan iman bahwa Allah adalah penciptaan alam semesta dan manusia adalah makhluk ciptaan-Nya. Dalam peristiwa penciptaan, sesudah Allah menciptakan Adam, Allah menempatkan manusia di taman Eden dan berfirman: “tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong yang sepadan dengan dia” ­­(Kej 2:18).
2.    Manusia sebagai makhluk fana yang dapat mati
Manusia sering kali disebut sebagai “daging”. Maksudnya, bukan pertama-tama mengungkapkan aspek kejasmanian manusia, melainkan aspek kerapuhannya sebagai mahluk fana yang dapat mati.
3.    Umat Allah sebagai pelayan kebersamaan manusia
Pada akhir Injil Matius kita menjumpai pasal yang terkenal mengenai penghakiman terakhir (Mat 25:31-46). Menarik sekali bahwa di sini Yesus mengidentifikasi pelayanan kepada-Nya dengan pelayanan kepada mereka yang tersisih dalam masyarakat.
4.    Gambaran Kristus sebagai Hamba-Mesias
Dasar teologis yang keempat adalah bagaimana kita memandang Kristus. Umumnya kita menganggap bahwa pembicaraan mengenai Kristus dalam dialog antara agama selalu akan mengalami jalan buntu karena agama lain tidak dapat menerima keilahian Kristus.
5.    Makna keselamatan dalam kehidupan bersama dengan yang lain
Pokok keselamatan yang menjadi dasar teologis yang kelima dalam pembicaraan ini, ternyata adalah sesuatu yang sangat sensitive bagi orang-orang Kristen di Indonesia dalam percakapan yang berkaitan dengan kemajemukan agama. Keselamatan dalam Alkitab tidak bisa diartikan hanya mutlak bersifat partikularistik. Didalam Alkitab juga jelas bahwa keselamatan juga mengandung makna universalistik.[32]

MATERI 8 : PAK DAN KETERBUKAAN
Prinsip pengajaran Kristen adalah setiap orang beriman harus fanatik akan imannya tapi tidak boleh fanatisme, karena fanatisme adalah salah satu sikap buruk dalam keagamaan. Peserta didik harus diajarkan agar mereka sungguh-sungguh berketetapan hati, setia ssampai akhir terhadap imannya terhadap Yesus Kristus. iman dan keselamatan yang telah diterima dari Yesus Kristus tidak dapat ditukarkan dengan apapun di dunia ini. Namun dipihak lain, iman itu harus didemonstrasikan lewat hidup pribadi kepada siapa pun. Kasih Yesus Kristus melampaui batas-batas agama dan batas-batas manusiawi. Orang beriman harus mampu bergaul dengan semua penganut agama lain dan bekerja sama dengan mereka untuk membangun kesejahteraan umat manusia tanpa kecuali. Karena Kristus sendiripun mengasihi semua orang, bahkan mengasihi dunia dan segala isinya.[33]
PAK Dalam Konteks Kekristenan
1.    PAK Bukan Untuk Mengajarkan Suatu Doktrin Gereja
Keberadaan siswa disekolah berasal dari berbagai organisasi dan aliran gereja. hal tersebut adalah kenyataan yang harus diterima dan harus diakui oleh setiap guru PAK. Oleh karena itu, tidak boleh ada tendensi yang dilakukan guru PAK mengajarkan doktrin gerejannya kepada peserta didik. Isi pengajaran harus bertujuan mengajarkan iman Kristen yang dinyatakan di dalam Alkitab. Kurikulum PAK yang ada saat ini sudah disusun sedemikian rupa, sehingga materi-materi pengajaran lebih menekankan kepada ajaran-ajaran pokok organisasinya. Seorang guru PAK hendaknya melepaskan organisasinya, alirannya dan dengan tulus berpusat kepada pokok-pokok pengajaran iman Kristen. Guru PAK tidak boleh membeda-bedakan gereja atau membenarkan gerejannya sendiri sebagai gereja yang terbaik dan gereja lain kurang baik.
2.    PAK Tidak Melakukan Fungsi Gerejawi
Dalam gereja Kristen ada fungsi-fungsi pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh gereja dan tidak lazim dilakukan oleh pelayanan-pelayan di luar gereja. hal ini dimaksudkan adalah untuk menjaga ketertiban dan kesakralan upacara Kristen tersebut dan menghindarkan kekacauan dalam melaksanakan upacara-upacara keagamaan. Perjamuan Kudus dan Baptisan adalah dua sakramen yang diakui oleh gereja. pelaksanaannya dilakukan oleh gereja, bukan oleh pribadi-pribadi sekalipun ia dinyatakan sebagai guru agama Kristen. Seorang guru PAK yang mengajar disekolah tidak memiliki wewenang untuk melakukan Perjamuan Kudus dan Baptisan Kudus dalam kapasitasnya sebagai guru. Ia harus mengarahkan peserta didik untuk ambil bagian digereja masing-masing. Tugas guru PAK adalah memberi pengajaran tentang arti dan makna Perjamuan Kudus dan Baptisan sesuai dengan firman Allah, sehingga peserta didik dapat mengerti arti sebenarnya.
3.    Menghargai Keanekaragaman Gereja
Guru PAK di sekolah harus menghargai dan menjunjung tinggi keanekaragaman gereja dari setiap peserta didik. Tidak boleh ada usaha sengaja ataupun tidak sengaja untuk mempengaruhi peserta didik untuk masuk ke dalam satu organisasi gereja tertentu, termasuk gereja guru yang bersangkutan.[34]

MATERI 9 : PRINSIP-PRINSIP PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
A.   PAK dalam konteks masyarakat majemuk (Indonesia)
Ada dua hal yang harus diperhatikan PAK dalam kemajemukan mastarakat :
1.    Kemandirian Iman
PAK haruslah menjadi salah satu usaha pembentukan kemandirian iman. Bahwa peserta didik mampu memiliki ketetapan iman maupun ketetapan hati meskipun di lingkungan yang amat berbeda. Artinya disini PAK menjadi sarana untama dalam pembentukan iman kristiani, mampu mengokohkan iman kristiani agar tidak mudah terpengaruh dengan hal-hal yang tidak baik yang ada di lungkungan sekitar.
2.     Keterbukaan
Pendidikan Agama Kristen haruslah mengajarkan kepada peserta didik pada keterbukaan. Keterbukaan akan membawa diri dari menjelek-jelekkan agama lain tetapi melihat secara positif bahwa dalam agama lain pun terdapat ajaran-ajaran baik yang dapat diterapkan dalam kehidupan bersama. PAK mengajarkan bagaimana bersikap terbuka bagi masyarakat, artinya kita tidak perlu menutup diri dari lingkungan bahkan kita tidak boleh memndang remeh agama lain dan menganggap agama kitalah yang paling benar. Melainkan sebaliknya, kita harus ramah dan menerima keberadaan agama lain, dan menghargai ajarran-ajaran mereka. Mungkin ajaran-ajran yang baik dalam agama mereka dapat kita jadikan contoh untuk dapat diterapkan dalam kehidupan bersama.


B.   Prinsip Utama PAK Dalam Masyarakat Majemuk
Untuk menerapkan prinsip-prinsip PAK ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
Pendekatan yang cocok kepada orang yang berbeda agama adalah pendekatan dialogis. Dialog beranjak dari anggapan bahwa tiap-tiap agama mempunyai tuntutan mutlak yang tidak dapat dipungkiri. Pendekatan dialog bukan berarti penyelarasan semua keyakinan melainkan pengakuan bahwa tiap-tiap orang beragama memiliki keyakinan yang teguh dan mutlak. Selain itu, keyakinan-keyakinan itu berbeda. Dalam berdialog dengan orang yang berbeda, dibutuhkan kematangan ego yang memadai supaya lawan bicara tidak merasa kalau mereka di sesuaikan.
-       Sikap yang perlu dihindari
Hidup ditengah orang yang berbeda agama membuat kita untuk lebih peka dengan sikap hidup sehari-hari. Supaya tidak merasa di asingkan maka sikap yang perlu dihindari adalah, Fanatisme, Suka membeda-bedakan, Egois, Memutar lagu rohani dengan volume yang sangat besar, Mengejek agama lain, Tidak menerima pemberian orang lain, Sensitivisme.
-       Sikap yang harus dilakukan
Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan supaya orang yang berbeda dengan kita bisa menerima perbedaan dan membuat kita nyaman adalah Saling terbuka, Menerima perbedaan, Saling mengingatkan untuk kebaikan, Menerima teguran, Saling berbagi, Suka memberi, Tegur sapa, Saling membantu.


MATERI 10 : SIKAP YANG PERLU DI HINDARI DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
A.   LATAR BELAKANG PLURALISME DI INDONESIA
Pluralisme adalah sikap menghargai, menerima dan memandang agama lain sebagai agama yang baik dan memiliki jalan keselamatan.  Misalnya agama Kristen mengakui keberadaan agama lain tetapi keselamatan hanya ada di dalam Yesus Kristus.
B.   ARAH PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
Berkaitan dengan konteks masyarakat Indonesia yang memiliki heterogenitas, baik agama,suku, dan golongan,maka perlu dikaji ulang arah PAK dalam masyarakat majemuk. Diharapkan dengan pengajaran PAK dalam konteks masyarakat majemuk,peserta didik mampu hadir dan mempraktekkan imannya ditengah-tengah lingkungannya tanpa mengkompromikan dogma iman yang dimilikinya.
1.    Belajar Hidup dalam Perbedaan
Pengembangan sikap toleran,empati,dan simpati haruslah terus dibangun sebagai pra syarat eksistensi keragaman agama yang ada. Agama-agama haruslah dapat duduk bersama-sama untuk berdialog tentang apa yang dilakukan bersama.
2.    Membangun Saling Percaya
Membangun saling percaya adalah modal penting dalam membangun suatu masyarakat yang heterogenitas. Jika tidak maka akan terjadi berbagai konlik dalam masyarakat.
3.    Memelihara Saling Pengertian
Saling pengertian adalah kesadaran bahwa nilai-nilai yang di anut oleh orang lain memang berbeda,tetapi mungkin dapat saling melengkapi dengan nilai-nilai yang kita anut serta member kontribusi terhadap hubungan yang harmonis.
4.    Sikap Saling Menghargai
Saling menghargai adalah sifat dasariah manusia. Setiap manusia haruslah dihargai sebagaimana ia ada.Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menghargai orang lain.
C.   SIKAP YANG PERLU DI HINDARI DAN PERLU DILAKUKAN
Pendekatan yang cocok kepada orang yang berbeda agama adalah pendekatan dialogis. Dalam berdialog dengan orang yang berbeda, dibutuhkan kematangan ego yang memadai supaya lawan bicara tidak merasa kalau mereka di sesuaikan.

1.    Sikap yang perlu dihindari
Hidup ditengah orang yang berbeda agama membuat kita untuk lebih peka dengan sikap hidup sehari-hari. Supaya tidak merasa di asingkan maka sikap yang perlu dihindari adalah: Fanatisme, Suka membeda-bedakan, Egois
2.    Sikap yang harus dilakukan
Saling terbuka, Menerima perbedaan, Saling mengingatkan untuk kebaikan, Menerima teguran, Saling berbagi, Suka memberi, Tegur sapa, Saling membantu

MATERI 11 : PENDEKATAN PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

A.   Pendekatan PAK dalam masyarakat majemuk
Teolog lainnya, Daniel L Migliore, mencoba melihat secara spesifik  respons Kristen terhadap orang-orang yang iman dan agamanya berbeda. Setiap cara dan pandangan ini di lihat berdasarkan client tersendiri mengenai finalitas penyataan Allah dalam Yesus Kristus. Penegasan Kristen terhadap “finalitas Kristus sebagai manapun, untuk banyak orang Kristen, merupakan pokok iman mereka yang tidak dapat di negosiasika Pendekatan yang cocok kepada orang yang berbeda agama adalah pendekatan dialogis. Dialog beranjak dari anggapan bahwa tiap-tiap agama mempunyai tuntutan mutlak yang tidak dapat dipungkiri. Pendekatan dialog bukan berarti penyelarasan semua keyakinan melainkan pengakuan bahwa tiap-tiap orang beragama memiliki keyakinan yang teguh dan mutlak
B.   Model PAK yang Multikutur dan Inklusif
Pendidikan multicultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang keanekaragaman cultural, hak-hak asasi manusia, serta pengurangan atau penghapusan berbagai jenis prasangka untuk membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju. Pendidikan multicultural juga dapat diartikan strategi/perencanaan untuk mengembangkan kesadaran akan kebanggaan seseorang terhadap bangsanya. Di Indonesia pendidikan multicultural relative baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang hetrogen, plural, terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang diberlakukan sejak 1999.
Pengertian inklusif digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya.
C.    Contoh Model PAK yang multikultur dan inklusif
Untuk mendisain Pendidikan multicultural secara praktis memang tidak mudah. Akan tetapi untuk mewujudkan pendidikan multicultural maka perlu diperhatikan dua model, Dial dan Toleransi.
D.   Contoh PAK yang Inklusif
Untuk membebaskan murid dari sekat-sekat primordial, pendidikan agama harus inklusif. Metode dialogis dan tidak indoktrinatif, mengajak murid untuk merefleksikan realitas kemajemukan dan menggali nilai-nilai spritualitas sosial. Materi pelajaran di sekolah harus bernuansa inklusif.
Contoh PAK yang inklusif di sekolah yaitu murid dibiasakan pertanyaan “Bagaimana menjadi sesama bagi orang lain?”, bukan selalu bertanya “Siapakah sesamaku?”. Dalam hal ini, Kitab Suci dan tradisi religius kaya dalam memberikan motivasi bagaimana hidup sebagai sesama dan menjadi sesama bagi orang lain.



MATERI 12 : STRATEGI PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
A.   Konsep Dasar Perencanaan
Menurut Ulbert Silalahi, prencanaan merupakan kegiatan menetapkan tujuan serta merumuskan dan mengatur pendayagunaan manusia, informasi, finansial, metode dan waktu untuk memaksimalisasi efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan.[35]
B.   Konsep Strategi Pembelajaran
Berkaitan dengan bagaimana merencanakan strategi pembelajaran Pendidikan Agama Kristen dalam masyarakat majemuk, penting mengerti apa itu strategi. Jadi, strategi pembelajaran diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di desain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. [36]
C.   Konsep Strategi Pembelajaran PAK Dalam Masyarakat Majemuk
1)    Strategi Pembelajaran Bersifat Terbuka Terhadap Perubahan
Pendidikan Agama Kristen harus mampu  bersifat terbuka kepada perubahan dan kebutuhan peserta didik yang yang hidup berpadanan atau berdampingan dengan orang lain, sehingga dari bekal pendidikan itu peserta didik mampu memahami dan menempatkan diri secara realistis, kritis, dan kreatif dalam setiap situasi yang dihadapi.  Pendidikan Agama Kristen tidak boleh membawa peserta didik  menjadi introvert melainkan ekstrovert, artinya mampu menempatkan dirinya sebagai orang percaya ditengah-tengah lingkungannya.[37]
2)    Strategi Pembelajran learning to life together (hidup dalam kebersamaan)
Strategi ini mengajarkan agar peserta didik membangun saling percaya. Jika tidak maka akan terjadi konflik dalam masyarakat.  Pendidikan Agama Kristen bertujuan untuk mendorong agar peserta didik dapat menghayati gaya hidup Kristiani melalui keterlibatannya dalam berbagai kehidupan di sekolah, di keluarga ataupun  di lingkungannya.
3)    Strategi Pembelajaran  Melalui Penelaan Firman Tuhan
Pendidikan Agama Kristen hendaknya dapat membawa peserta didik untuk memahami Firman Allah  dan menjadikan Firman itu sebagai pedoman kehidupan terhadap Allah, sesama, maupun diri sendiri.[38] Melalui penelaan firman Tuhan, siswa diajar agar memiliki kesadaran saling pengertian yang menyetujui perbedaan.
4)    Strategi Pembelajaran ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi yang digunakan dengan menganggap guru berfungsi sebagai penyampai informasi..
5)    Strategi pembelajaran kelompok
Bentuk strategi pembelajaran kelompok ini siswa diajar oleh seorang guru atau beberapa guruStrategi ini membentuk pola, tatanan dan nilai-nilai kebersamaan untuk saling membutuhkan sehingga terjadi kerja sama yang baik antara pribadi siswa dan siswa yang lain.


MATERI 13 : PENGEMBANGAN MODEL PAK

A.   Model PAK Multikultural
Pendidikan multikultural merupakan upaya kolektif suatu masyarakat majemuk untuk mengelola berbagai prasangka sosial yang ada dengan cara-cara yang baik. Tujuannya menciptakan hubungan lebih serasi dan kreatif di antara berbagai golongan penduduk dalam masyarakat. Melalui pendidikan multikultural, peserta didik yang datang dari berbagai golongan penduduk dibimbing untuk saling mengenal cara hidup mereka, adat istiadat, kebiasaan, memahami aspirasi-aspirasi mereka serta untuk mengakui dan menghormati bahwa tiap golongan memiliki hak untuk menyatakan diri menurut cara masing-masing. Dalam konteks masyarakat Indonesia, misalnya, melalui pendidikan multikultural peserta didik dapat dibimbing untuk memahami makna Bhinneka Tunggal Ika dan untuk mengamalkan semboyan ini dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Pendidikan multikultural perlu diberikan sejak dini di lingkup keluarga. Sejak kecil anak perlu dibiasakan mengakui dan menghargai perbedaan agama, ideologi, budaya, dan segala perbedaaan lain. Kuncinya ada pada komunikasi atau dialog yang perlu terus dikembangkan oleh orang tua. Anak diberi ruang untuk mengekspresikan dan mendiskusikan segala perbedaan yang ada. Untuk mencapai itu, orang tua harus mampu menghilangkan otoritas tunggal. Salah satu contoh penerapan pendidikan multikultural dikeluarga adalah mengajak anak menonton mimbar agama lain. Dari situ anak diajak untuk memahami nilai-nilai yang sama atau yang berbeda lalu didiskusikan.
B.   Model PAK Inklusif
Pendidikan yang inklusif merupakan pendidikan yang mengajarkan kepada siswa bahwa mereka harus saling menghargai satu sama lain dalam perbedaan yang ada baik dari segi suku, ras, bahasa dan lain sebagainya. Pendidikan inklusif merupakan pengajaran agama yang lebih menekankan pada nilai-nilai pluralisme dan kebersamaan.
Menurut Haidar Bagir, Pendidikan agama khususnya di sekolah dinilai gagal. Memang, syiar keagamaan tumbuh begitu pesat sedikitnya dua dekade belakagan ini. Entah dalam cara berpakaian, bertambahnya rumah-rumah ibadah termasuk makin besarnya minat orang terhadap berbagai barang konsumsidan aksesoris yang menampilkan citra sebuah agama. Namun, kenyataannya negeri kita yang telah mengalami reformasi politik masih bertengger dalam jajaran negara yang korup didunia. Ada beberapa hal yang menyebabkan pendidikan agama di sekolah dinilai telah gagal, yaitu sebagai berikut: pendidikan agama kita selama ini ditengarai masih berpusat pada hal-hal yang  bersifat simbolik, ritualistik dan legal formalistik, pendidikan agama kita cenderung bertumpu pada penggarapan ranah kognitif atau paling banter hingga ranah afektif, dan pendidikan agama di sekolah selama ini tidak berhasil meningkatkan etika dan moralitas peserta didik .
DAFTAR PUSTAKA

Boelkhe, R. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama
         Kristen : dari Plato sampai Ignatius Loyola. Jakarta : BPK. Gn. Mulia, 2015.
Boelkhe, R. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama : dari Yohanes Amos Comenius sampai Perkembangan PAK di Indonesia. Jakarta : BPK. Gn. Mulia, 2015.
Homrighausen, E.G. & Enklaar, I. H. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta : BPK
     Gn. Mulia. 2015
Suryosubroto. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta. 2010
Kristanto Paulus, Prinsip dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, Yogyakarta  ANDI, 2006.
Stefanus Daniel, E.G.Homrighausen. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1985.
Groome, Thomas H. Christian Religious Education-Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gn. Mulia.
Robert P. Borong. Berakar di dalam  Dia dan dibangun di atas Dia. Jakarta: BPK. 1998
Pendidikan Agama Kristen Kemajemukan, Bandung. BMI, 2009.
John M. Nainggolan. PAK dalam Masyarakat Majemuk. Bandung : Bina Media Informasi. 2009.
Budiono, Kamus Ilmiah Populer Internasional. Surabaya : Alumni. 2005.
A.M. Hendropriyono. Terorisme : Fundamentalis, Kristen, Yahudi, Islam.Jakarta : Kompas Gramedia.  2009.
Abdul Munir Mulkhan. “Dialektika Agama dan Kebudayaan Bagi Pembebasan”, dalam Dinamika Kebudayaan dan Problem Kebangsaan. Yogyakarta : LeSFI. 2011.
Zuhairi Misrawi. Pandangan Muslim Moderat : Toleransi, Terorisme dan Oase Perdamaian. Jakarta : Kompas Gramedia. 2010.
Heuken. 2004. Ensiklopedi Gereja Jilid 2: C-G. Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi.
Van Den End. 2009.  Ragi Carita 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
De Jonge. 2014. Menuju Keesaan Gereja: Sejarah Dokumen-dokumen dan Tema-tema Gerakan Oikumenis. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Sairin, Weinata. 2006. Kerukunan Umat Beragama: Pilar Utama Kerukunan Berbangsa. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Akira. Menggali Nilai-nilai Budi Pekerti Dalam Keterbukaan. 2011.
Ismael, Andar. 2010. Ajarlah Mereka Melakukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hadinoto, N.K. Atmadja. 2011. Dialog dan Edukasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Stefanus, Daniel. 2009. Pendidikan Agama Kristen Kemajemukan. Bandung: BMI.
Damarputera, Eka. 2003. Iman dan tantangan Zaman. Jakarta : BPK Gunung Mulia.


[1] John Nainggolan, PAK dalam Masyarakat Majemuk, (BMI 2009) Hlm 14-30
[2] E.G.Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (BPK 2014) Hlm 123
[3] G.Soegiasman, B.A., Pelaksanaan dan persoalan pendidikan agama Kristen di sekolah – sekolah dalam persekutuan gereja – gereja di Indonesia, Strategi Pendidikan agama Kristen, ( Jakarta : BPK. Gn Mulia, 1989 h.49)
[4] Homrighausen, Enklaar. Pendidikan Agama Kristen ( Jakarta : BPK Gn, Mulia, 2015) h. 165
[5] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) Hal: 97-100
[6] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) h. 100-101
[7] Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah ( Jakarta : Rineka Cipta, 2010 ) h.114
[8] Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 (diunduh tgl 12 Maret; 18:37)
[9] Andar Ismail, Ajarlah mereka melakukan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2006 ), Hal. 201
[10] Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (dari Yoh. Amos Comenius sampai perkembangan PAK di Indonesia), (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2015), Hal. 802
[11] Paulus lilik Kristanto, Prinsip dan praktek pendidikan agama Kristen, ( Yogyakarta : ANDI, 2006 ), Hal. 4
[12] KBBI
[13] Daniel Stefanus, Pendidikan Agama Kristen Kemajemukan, ( Bandung : BMI, 2009 ). Hal. 10
[14]  Lih. E.G.Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), Hal.  l12
[15] Ibid, hlm. 2-4
[16] Lih. Groome, Thomas H. Christian Religious Education-Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK
[17] Lih. Homrighausen. Hlm. 23-25
[18] Robert P. Borong, BERAKAR DALAM Dia dan dibangun di atas Dia, Jakarta: BPK, 1998 Hal 108
[19] Drs.Paulus Lilik Kristianto, Prinsip Dan Praktik PAK, yoyakarta: Andi. 2006 Hal 2-4
[20] John M. Nainggolan, PAK dalam Masyarakat Majemuk (Bandung : Bina Media Informasi, 2009) hal.43-44
[21] John M. Nainggolan, PAK dalam Masyarakat Majemuk (Bandung : Bina Media Informasi, 2009) hal.44
[22] Budiono, Kamus Ilmiah Populer Internasional (Surabaya : Alumni, 2005) hal.591
[23] A.M. Hendropriyono, Terorisme : Fundamentalis, Kristen, Yahudi, Islam (Jakarta : Kompas Gramedia, 2009) hal.160
[24] Abdul Munir Mulkhan, “Dialektika Agama dan Kebudayaan Bagi Pembebasan”, dalam Dinamika Kebudayaan dan Problem kebangsaan (Yogyakarta : LeSFI, 2011) hal.14
[25] Zuhairi Misrawi, Pandangan Muslim Moderat : Toleransi, Terorisme dan Oase Perdamaian (Jakarta : Kompas Gramedia, 2010) hal.140
[26] Heuken, Ensiklopedi Gereja: 2, C-G (Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi, 2004), hal. 241.
[27] Van Den End, Ragi Carita 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hal. 357-365.
[28] IBID, hal 385.
[29] De Jonge, Menuju Keesaan Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), hal. 86.
[30] http://id.wikipedia.org/wiki/Persekutuan_Gereja-gereja_di_Indonesia/.
[31] Weinata Sairin, Kerukunan Umat Beragama: Pilar Utama Kerukunan Berbangsa (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hal. 55-56.
[32] Daniel stefanus, PAK Kemajemukan, (Bandung: Bina Media Informasi, 2009). Hlm 40-50
[33] Hlm. 67-68
[34] Hlm. 64-67
[35] Supardi & Darwyan syah.  Perencanaan Pendidikan. (Jakarta: Diadit Media). Hal: 2
[36] Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pembelajaran. (Jakarta: Kencana. 2006). h: 126
[37] John M. Nainggolan. PAK dalam masyarakat Majemuk (Jakarta: BMI) h. 78
[38] Ibid, Hal. 77