Monday, October 17, 2016

PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM


Kurikulum ialah suatu program pendidikan yang berisikan bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam sistem pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap siswa. Oleh karena begitu pentingnya fungsi dan peran kurikulum, maka setiap pengembangan kurikulum pada jenjang mana pun harus didasarkan pada asas-asas tertentu.
Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajaris serta bagaimana cara mempelajarinya. Namun demikian, persoalan mengembangkan ini dan bahan pelajaran serta bagaimana cara belajar siswa bukanlah suatu proses yang sederhana, sebab menentukan isi atau muatan kurikulum harus berangkat dari visi, misi, serta tujuan yang ingin dicapai.
Pada dasarnya pengembangan kurikulum ialah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam, dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik.



II.    PEMBAHASAN

PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.[1]
Pada dasarnya ada tiga pendekatan dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan berdasarkan materi, pendekatan berdasarkan tujuan, dan pendekatan berdasarkan kemampuan.
1.    Pendekatan Berdasarkan Materi
Perencanaan dan pengembangan kurikulum berdasarkan materi inilah yang mula-mula dilaksanakan. Inti dari proses belajar mengajar ditentukan oleh pemilihan materi. Pembahasan mengenai pembaruan kurikulum terutama hanya membahas bagaimana sumber bahan dapat berkembang. Menurut Rogers seperti yang dikutip oleh Dakir (2010:98) mengungkapkan bahwa perencanaan dan pegembangan kurikulum yang berdasarkan materi yang akhirnya menuju ke tujuan pendidikan itu langkah-langkahnya sebagai berikut:
a.    Bahan apa yang akan diajarkan?
Dan untuk mengetahui berhasil tidaknya proses belajar, diukur dengan seberapa jauh siswa dapat menguasai bahan. Oleh karena itu langkah sesanjutnya ialah:
b.    Bagaimana cara mengetahui hasil belajar?
Caranya yaitu dengan melaksanakan evaluasi dengan berbagai cara. Agar hasil belajar menjadi baik maka diperlukan:
c.    Cara mengajar yang baik
Ada berbagai cara mengajar yang hendak disesuaikan dengan ciri bahan pelajaran, untuk ini diperlukan:
d.    Cara pengorganisasian bahan pengajaran
Dengan menyusun bahan yang sistematis, pedagogis, psikologis dan sebagainya, maka bahan belajar akan lebih mudah diajarkan. Untuk ini diperlukan:
e.    Buku sumber yang relevan
Agar supaya bahan lebih mudah diajarkan maka diperlukan:
f.     Media
Penggunaan media atau alat bantu teknologi hendaknya disesuaikan dengan keadaan dan faktor-faktor yang lain.
g.    Akhirnya untuk semua kegiatan tersebut harus mengarah ke tujuan pendidikan.
2.    Pendekatan Berdasarkan Tujuan
Penyusunan kurikulum dengan pendekatan berdasarkan tujuan, artinya bahwa tujuan pendidikan dicantumkan terlebih dahulu. Dari tujuan inilah dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih rinci, yang akhirnya ke tujuan yang bersifat operasional. Dari tujuan yang bersifat operasional inilah dicari topic-topik pembahasan yang lengkap, yang nantinya akan menjadi GBPP. Akhirnya tersusunlah kurikulum dengan silabus yang terurai. Langkah berikutnya dari dari TIU ke TIK kemudian dijabarkan pada SAP.
3.    Pendekatan Berdasarkan Kemampuan
Sebetulnya penyusunan kurikulum berdasarkan kemampuan sama dengan penyusunan kurikulum berdasarkan tujuan. Hanya kalau kurikulum berdasarkan kemampuan itu tujuannya lebih operasional dari kurikulum yang berdasarkan tujuan. Pertanyaannya memang praktis, misalnya setelah kuliah mahasiswa akan mempunyai kemampuan apa? Atau dengan kata lain apakah semua kegiatan proses belajar mengarah menuju kemampuan yang diharapkan oleh lulusan lembaga tersebut. Oleh karena itu, dapat diibaratkan bahwa kemampuan yang akan dicapai itu merupakan tujuan institusional, sedang tujuan kurikulum yaitu berupa berbagai sub kemampuan yang masing-masing berorientasi pada profesi.[2]
Dilihat dari cakupan pengembangannya, ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum. Pertama, pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah; dan kedua adalah pendekatan gras root, atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, sehingga sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
1.    Pendekatan Top Down
Proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut.
Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Tugas tim pengarah adalah merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, dan tujuan umum pendidikan.
Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Tugas pokok tim ini adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.
Langkah ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya dikerjakan oleh tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan untuk direvisi.
Langkah keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.
2.    Pendekatan Grass Root
Langkah-langkah pendekatan grass root
Pertama, menyadari adanya masalah. Kedua, mengadakan refleksi. Ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Kelima, mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi. Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan penegmbangan melalui grass root.[3]
Para ahli kurikulum selama ini telah mendapatkan sejumlah pendekatan umum dalam pengembangan kurikulum masing-masing berdasarkan fokus utama tertentu. Cara penggolongan  oleh para ahli itu agak berlainan, namun apa yang dikemukakan di sini boleh dikatakan telah mencakup kebanyakan dari pendekatan utama dewasa ini.[4]
1.    Pendekatan Bidang Studi (Pendekatan Subjek atau Disiplin Ilmu)
Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau matapelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan sebagainya seperti yang lazim kita dapati dalam sistem pendidikan kita sekarang di semua sekolah dan universitas.
Yang diutamakan dalam pendekatan ini ialah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Pendekatan ini paling mudah dibandingkan dengan pendekatan lainnya oleh sebab disiplin ilmu telah jelas batasannya dan karena itu lebih mudah mempertanggung jawabkan apa yang diajarkan.
2.    Pendekatan Interdisipliner
Banyak usaha telah dijalankan selama ini untuk mendobrak tembok pemisah yang dibuat-buat antara berbagai matapelajaran atau disiplin ilmu yang terdapat dalam pendekatan bidang studi. Masalah-masalah dalam kehidupan tidak hanya melibatkan satu disiplin, akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara interdisipliner.
Ada bebarapa pendekatan interdisipliner dalam pengembangan kurikulum:
a.  Pendekatan “Broad-Field
Pendekatan ini berusaha mengintegrasikan beberapa disiplin atau matapelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau kehampaan akan tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Pendekatan broad-field ini juga dapat digunakan agar siswa memahami hubungan yang kompleks antara kejadian-kejadian di dunia.
b.  Pendekatan kurikulum inti (Core Curiculum)
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah sosial atau personal. Untuk memecahkan masalah itu digunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah itu.
Kurikulum ini berusaha menghilangkan tembok pemisah yang tak wajar antara berbagai disiplin ilmu agar siswa dapat menerapkan secara fungsional pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya dari berbagai disiplin ilmu guna memecahkan masalah sosial personal masa kini.
c.   Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti (core) juga digunakan dalam kurikulum Perguruan Tinggi. Dengan “core” dimaksud pengetahuan inti yang pokok yang diambil dari semua disiplin ilmu yang dianggap esensial mengenai kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang dianggap layak dimiliki oleh tiap orang terdidik dan terpelajar. Pengetahuan umum ini layak dimiliki tiap mahasiswa lepas dari jurusan yang dipilihnya.
d.  Pendekatan Kurikulum Fusi
Kurikulum ini men-fusi-kan atau menyatukan dua (atau lebih) disiplin tradisional menjadi bidang studi baru, misalnya: geografi + geologi +botani + arkeologi menjadi earth sciences.
Semua pendekatan Interdisipliner mempunyai tujuan yang sama, yakni agar mengajar-belajar lebih relevan dan bermakna serta lebih mudah dipahami dalam konteks kehidupan kita.
3.    Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan ini juga disebut Rekonstruksi Sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat.
Dalam gerakan rekosnstruksionisme ini terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda pandangannya tentang kurikulum, yakni:
a.     Rekonstruksionisme konservatif.
Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.
b.     Rekonstruksionisme radikal.
Pendekatan ini berpendapat bahwa banyak negara mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat.
Kedua pendirian yang saling bertentangan ini mempunyai unsur kesamaan. Masing-masing berpendirian bahwa misi sekolah ialah untuk mengubah dan memperbaiki masyarakat. Sedangkan perbedaannya terletak dalam definisi atau tafsiran masing-masing tentang “perbaikan” dan cara pendekatan terhadap masalah itu.
4.    Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa, jadi “student-centered”, dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar.hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep-diri siswa berkorelasi tinggi dengan prestasi akademis. Selanjutnya siswa hendaknya diturutsertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional. Pendidikan yang berpusat pada siswa mefokuskan kurikulum pada kebutuhan siswa baik personal maupun sosial.
Pendekatan humanistik dalam kurikulum didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut:
a.    Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya.
b.    Siswa yang diturut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.
c.    Hasil belajar akan meningkat dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa saling mempercayai, saling membantu, saling mempedulikan dan bebas dari ketegangan yang berlebihan.
d.    Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggungjawab kepada siswa atas kegiatannya belajar dan memupuk sikap positif terhadap “apa sebab” dan “bagiamana” mereka belajar.
e.    Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam penguasaan bahan pelajaran itu.
f.     Evaluasi diri bagian penting dalam proses belajar yang memupuk rasa harga diri.
5.    Pendekatan “Accountability
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendididkan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka. Akuntabilitas yang sistematis pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor kelak dikenal sebagai “scientific management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas itu.
Walaupun akuntabilitas pendidikan bukan sesuatu yang baru, pendekatan ini mulai mendominasi kurikulum dalam seperempat abad akhir-akhir ini. Gerakan akuntabilitas dalam 1960-an, 1970-an dan 1980-an menyebar dengan pesat dan mendesak sistem pendidikan di seluruh dunia agar lebih memperhatikan pengukuran efektivitas pendidikan berdasarkan standar akademis yang ditetapkan lebih dahulu secara cermat dengan mempertimbangkan sumber yang tersedia. Suatu sistem yang accountable menetukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta mengukur efektivitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa mencapai standar itu.
Para pengritik mengemukakan, bahwa pada umumnya standar yang ditentukan hanya mengenai pengetahuan kognitif dan ketrampilan tingkat rendah dan gagal merumuskan dan mengukur dimensi yang lebih tinggi seperti berpikir kritis, kreativitas, dan aspek-aspek afektif.
Dalam usaha mengembangkan standar yang dapat dipertanggung jawabkan, pendekatan kurikulum beralih ke arah apa yang disebut sistem yang tertutup atau model latihan.
6.    Pendekatan Pembangunan Nasional
Pendekatan ini mengandung tiga unsur:
a.    Pendidikan kewarganegaraan.
Berorientasi pada sistem politik negara yang menetukan peranan, hak dan kewajiban tiap warganegara. Dalam masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam tiga kategori;warganegara yang apatis, warganegara yang pasif, warganegara aktif.
b.    Pendidikan Pembangunan Nasional
Tujuan pendidikan ini ialah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Untuk itu harus diadakan proyeksi kebutuhan tenaga kerja yang cermat. Sistem pendidikan diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan tenaga kerja menurut spesifikasi yang tgelah diproyeksikan dalam batas kemampuan keuangan negara. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
c.    Pendidikan Ketrampilan untuk Kehidupan Praktis
Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari-hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak ketrampilan kan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yakni:
1)     Keterampilan untuk mencari nafkah dan rangka sistem ekonomi suatu negara.
2)     Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.
3)     Keterampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
4)     Keterampilan sebagai warga negara yang baik.
Pendekatan ini menggabungkan humanisme dengan pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan pembangunan nasional.
III.   PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang diuraikan, kami menyimpulkan bahwa pada dasarnya ada tiga pendekatan dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan berdasarkan materi, pendekatan berdasarkan tujuan, dan pendekatan berdasarkan kemampuan. Kemudian dilihat dari cakupan pengembangannya, ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan top down atau pendekatan administratif dan pendekatan gras root. Selanjutnya, para ahli kurikulum selama ini telah mendapatkan sejumlah pendekatan umum dalam pengembangan kurikulum masing-masing berdasarkan fokus utama tertentu. Pendekatan pendekatan tersebut yaitu: pendekatan bidang studi, pendekatan interdisipliner, pendekatan rekonstuksionisme, pendekatan humanistik, pendekatan “accountability”, dan pendekatan pembangunan nasional.



DAFTAR PUSTAKA
Dakir. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.
Nasution. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara. 1999.
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan KurikulumTingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana. 2010.




[1] Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Kencana: 2010), hlm. 77.
[2] Dakir, Perencanaan & Pengembangan Kurikulum, (Rineka Cipta: 2010), hlm. 98-100.
[3] Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Kencana: 2010), hlm. 78-81.
[4] Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Bumi Aksara: 1999), hlm. 43-55