Kurikulum ialah
suatu program pendidikan yang berisikan bahan ajar dan pengalaman belajar yang
diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistematik atas dasar
norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi
tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum
merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam sistem
pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang
harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan
pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap siswa. Oleh
karena begitu pentingnya fungsi dan peran kurikulum, maka setiap pengembangan
kurikulum pada jenjang mana pun harus didasarkan pada asas-asas tertentu.
Pengembangan
kurikulum pada hakikatnya adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan
bahan pelajaran yang harus dipelajaris serta bagaimana cara mempelajarinya.
Namun demikian, persoalan mengembangkan ini dan bahan pelajaran serta bagaimana
cara belajar siswa bukanlah suatu proses yang sederhana, sebab menentukan isi
atau muatan kurikulum harus berangkat dari visi, misi, serta tujuan yang ingin
dicapai.
Pada dasarnya pengembangan kurikulum ialah mengarahkan
kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai
pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam, dengan
harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik.
II.
PEMBAHASAN
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau
sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan
merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada
titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan
kurikulum.[1]
Pada dasarnya ada tiga pendekatan dalam perencanaan
dan pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan berdasarkan materi, pendekatan
berdasarkan tujuan, dan pendekatan berdasarkan kemampuan.
1.
Pendekatan Berdasarkan Materi
Perencanaan dan pengembangan kurikulum berdasarkan
materi inilah yang mula-mula dilaksanakan. Inti dari proses belajar mengajar
ditentukan oleh pemilihan materi. Pembahasan mengenai pembaruan kurikulum
terutama hanya membahas bagaimana sumber bahan dapat berkembang. Menurut Rogers
seperti yang dikutip oleh Dakir (2010:98) mengungkapkan bahwa perencanaan dan
pegembangan kurikulum yang berdasarkan materi yang akhirnya menuju ke tujuan
pendidikan itu langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Bahan apa yang akan diajarkan?
Dan
untuk mengetahui berhasil tidaknya proses belajar, diukur dengan seberapa jauh
siswa dapat menguasai bahan. Oleh karena itu langkah sesanjutnya ialah:
b. Bagaimana cara mengetahui hasil belajar?
Caranya
yaitu dengan melaksanakan evaluasi dengan berbagai cara. Agar hasil belajar
menjadi baik maka diperlukan:
c. Cara mengajar yang baik
Ada
berbagai cara mengajar yang hendak disesuaikan dengan ciri bahan pelajaran,
untuk ini diperlukan:
d. Cara pengorganisasian bahan pengajaran
Dengan
menyusun bahan yang sistematis, pedagogis, psikologis dan sebagainya, maka
bahan belajar akan lebih mudah diajarkan. Untuk ini diperlukan:
e. Buku sumber yang relevan
Agar
supaya bahan lebih mudah diajarkan maka diperlukan:
f. Media
Penggunaan
media atau alat bantu teknologi hendaknya disesuaikan dengan keadaan dan
faktor-faktor yang lain.
g. Akhirnya untuk semua kegiatan tersebut harus mengarah
ke tujuan pendidikan.
2.
Pendekatan Berdasarkan Tujuan
Penyusunan kurikulum dengan pendekatan berdasarkan
tujuan, artinya bahwa tujuan pendidikan dicantumkan terlebih dahulu. Dari
tujuan inilah dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih rinci, yang akhirnya
ke tujuan yang bersifat operasional. Dari tujuan yang bersifat operasional
inilah dicari topic-topik pembahasan yang lengkap, yang nantinya akan menjadi
GBPP. Akhirnya tersusunlah kurikulum dengan silabus yang terurai. Langkah
berikutnya dari dari TIU ke TIK kemudian dijabarkan pada SAP.
3.
Pendekatan Berdasarkan Kemampuan
Sebetulnya penyusunan kurikulum berdasarkan kemampuan
sama dengan penyusunan kurikulum berdasarkan tujuan. Hanya kalau kurikulum
berdasarkan kemampuan itu tujuannya lebih operasional dari kurikulum yang
berdasarkan tujuan. Pertanyaannya memang praktis, misalnya setelah kuliah
mahasiswa akan mempunyai kemampuan apa? Atau dengan kata lain apakah semua
kegiatan proses belajar mengarah menuju kemampuan yang diharapkan oleh lulusan
lembaga tersebut. Oleh karena itu, dapat diibaratkan bahwa kemampuan yang akan
dicapai itu merupakan tujuan institusional, sedang tujuan kurikulum yaitu
berupa berbagai sub kemampuan yang masing-masing berorientasi pada profesi.[2]
Dilihat dari cakupan pengembangannya, ada dua
pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum. Pertama,
pendekatan top down atau pendekatan
administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah; dan
kedua adalah pendekatan gras root,
atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu
disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, sehingga sering
dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
1.
Pendekatan Top
Down
Proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan
kira-kira sebagai berikut.
Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim
pengarah oleh pejabat pendidikan. Tugas tim pengarah adalah merumuskan konsep
dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, dan tujuan
umum pendidikan.
Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja
untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim
pengarah. Tugas pokok tim ini adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih
operasional dari tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat
evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.
Langkah ketiga, apabila kurikulum sudah selesai
disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya dikerjakan oleh tim
perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan untuk direvisi.
Langkah keempat, para administrator selanjutnya
memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang
telah tersusun itu.
2.
Pendekatan Grass
Root
Langkah-langkah pendekatan grass root
Pertama, menyadari adanya masalah. Kedua, mengadakan
refleksi. Ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Keempat,
menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai
dengan situasi dan kondisi lapangan. Kelima, mengimplementasikan perencanaan
dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpecahkan masalah yang
dihadapi. Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan penegmbangan
melalui grass root.[3]
Para
ahli kurikulum selama ini telah mendapatkan sejumlah pendekatan umum dalam
pengembangan kurikulum masing-masing berdasarkan fokus utama tertentu. Cara
penggolongan oleh para ahli itu agak
berlainan, namun apa yang dikemukakan di sini boleh dikatakan telah mencakup
kebanyakan dari pendekatan utama dewasa ini.[4]
1.
Pendekatan
Bidang Studi (Pendekatan Subjek atau Disiplin Ilmu)
Pendekatan
ini menggunakan bidang studi atau matapelajaran sebagai dasar organisasi
kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan
sebagainya seperti yang lazim kita dapati dalam sistem pendidikan kita sekarang
di semua sekolah dan universitas.
Yang
diutamakan dalam pendekatan ini ialah penguasaan bahan dan proses dalam
disiplin ilmu tertentu. Pendekatan ini paling mudah dibandingkan dengan
pendekatan lainnya oleh sebab disiplin ilmu telah jelas batasannya dan karena
itu lebih mudah mempertanggung jawabkan apa yang diajarkan.
2.
Pendekatan
Interdisipliner
Banyak
usaha telah dijalankan selama ini untuk mendobrak tembok pemisah yang
dibuat-buat antara berbagai matapelajaran atau disiplin ilmu yang terdapat
dalam pendekatan bidang studi. Masalah-masalah dalam kehidupan tidak hanya
melibatkan satu disiplin, akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara
interdisipliner.
Ada
bebarapa pendekatan interdisipliner dalam pengembangan kurikulum:
a. Pendekatan
“Broad-Field”
Pendekatan
ini berusaha mengintegrasikan beberapa disiplin atau matapelajaran yang saling
berkaitan agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau
kehampaan akan tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Pendekatan
broad-field ini juga dapat digunakan
agar siswa memahami hubungan yang kompleks antara kejadian-kejadian di dunia.
b. Pendekatan
kurikulum inti (Core Curiculum)
Kurikulum
ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga menggabungkan berbagai disiplin
ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah sosial atau personal. Untuk
memecahkan masalah itu digunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu yang
berkaitan dengan masalah itu.
Kurikulum
ini berusaha menghilangkan tembok pemisah yang tak wajar antara berbagai
disiplin ilmu agar siswa dapat menerapkan secara fungsional pengetahuan dan
ketrampilan yang diperolehnya dari berbagai disiplin ilmu guna memecahkan
masalah sosial personal masa kini.
c. Pendekatan
Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah
inti (core) juga digunakan dalam
kurikulum Perguruan Tinggi. Dengan “core”
dimaksud pengetahuan inti yang pokok yang diambil dari semua disiplin ilmu yang
dianggap esensial mengenai kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang dianggap layak
dimiliki oleh tiap orang terdidik dan terpelajar. Pengetahuan umum ini layak
dimiliki tiap mahasiswa lepas dari jurusan yang dipilihnya.
d. Pendekatan
Kurikulum Fusi
Kurikulum
ini men-fusi-kan atau menyatukan dua (atau lebih) disiplin tradisional menjadi
bidang studi baru, misalnya: geografi + geologi +botani + arkeologi menjadi
earth sciences.
Semua
pendekatan Interdisipliner mempunyai tujuan yang sama, yakni agar
mengajar-belajar lebih relevan dan bermakna serta lebih mudah dipahami dalam
konteks kehidupan kita.
3.
Pendekatan
Rekonstruksionisme
Pendekatan
ini juga disebut Rekonstruksi Sosial karena memfokuskan kurikulum pada
masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat.
Dalam
gerakan rekosnstruksionisme ini terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda
pandangannya tentang kurikulum, yakni:
a. Rekonstruksionisme
konservatif.
Aliran ini menginginkan agar
pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun
masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak
yang dihadapi masyarakat.
b. Rekonstruksionisme
radikal.
Pendekatan ini berpendapat
bahwa banyak negara mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil yang
miskin yang merupakan mayoritas masyarakat.
Kedua pendirian yang saling bertentangan
ini mempunyai unsur kesamaan. Masing-masing berpendirian bahwa misi sekolah
ialah untuk mengubah dan memperbaiki masyarakat. Sedangkan perbedaannya
terletak dalam definisi atau tafsiran masing-masing tentang “perbaikan” dan
cara pendekatan terhadap masalah itu.
4.
Pendekatan
Humanistik
Kurikulum
ini berpusat pada siswa, jadi “student-centered”, dan mengutamakan perkembangan
afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses
belajar.hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep-diri siswa berkorelasi tinggi
dengan prestasi akademis. Selanjutnya siswa hendaknya diturutsertakan dalam
penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional. Pendidikan yang berpusat
pada siswa mefokuskan kurikulum pada kebutuhan siswa baik personal maupun
sosial.
Pendekatan
humanistik dalam kurikulum didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut:
a. Siswa
akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya.
b. Siswa
yang diturut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pelajaran akan merasa
bertanggung jawab atas keberhasilannya.
c. Hasil
belajar akan meningkat dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa saling
mempercayai, saling membantu, saling mempedulikan dan bebas dari ketegangan
yang berlebihan.
d. Guru
yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggungjawab kepada siswa
atas kegiatannya belajar dan memupuk sikap positif terhadap “apa sebab” dan
“bagiamana” mereka belajar.
e. Kepedulian
siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam penguasaan bahan pelajaran
itu.
f. Evaluasi
diri bagian penting dalam proses belajar yang memupuk rasa harga diri.
5.
Pendekatan
“Accountability”
Accountability
atau pertanggungjawaban lembaga pendididkan tentang pelaksanaan tugasnya kepada
masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia
pendidikan. Namun, menurut banyak
pengamat pendidikan accountability
ini telah mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan
belaka. Akuntabilitas yang sistematis pertama kalinya diperkenalkan Frederick
Taylor kelak dikenal sebagai “scientific
management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang
harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab
atas penyelesaian tugas itu.
Walaupun
akuntabilitas pendidikan bukan sesuatu yang baru, pendekatan ini mulai
mendominasi kurikulum dalam seperempat abad akhir-akhir ini. Gerakan
akuntabilitas dalam 1960-an, 1970-an dan 1980-an menyebar dengan pesat dan
mendesak sistem pendidikan di seluruh dunia agar lebih memperhatikan pengukuran
efektivitas pendidikan berdasarkan standar akademis yang ditetapkan lebih
dahulu secara cermat dengan mempertimbangkan sumber yang tersedia. Suatu sistem
yang accountable menetukan standar
dan tujuan spesifik yang jelas serta mengukur efektivitasnya berdasarkan taraf
keberhasilan siswa mencapai standar itu.
Para
pengritik mengemukakan, bahwa pada umumnya standar yang ditentukan hanya
mengenai pengetahuan kognitif dan ketrampilan tingkat rendah dan gagal
merumuskan dan mengukur dimensi yang lebih tinggi seperti berpikir kritis,
kreativitas, dan aspek-aspek afektif.
Dalam
usaha mengembangkan standar yang dapat dipertanggung jawabkan, pendekatan
kurikulum beralih ke arah apa yang disebut sistem yang tertutup atau model
latihan.
6.
Pendekatan
Pembangunan Nasional
Pendekatan ini mengandung
tiga unsur:
a. Pendidikan
kewarganegaraan.
Berorientasi
pada sistem politik negara yang menetukan peranan, hak dan kewajiban tiap
warganegara. Dalam
masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam tiga kategori;warganegara yang apatis, warganegara yang pasif, warganegara aktif.
b. Pendidikan
Pembangunan Nasional
Tujuan
pendidikan ini ialah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan. Untuk itu harus diadakan proyeksi kebutuhan tenaga kerja
yang cermat. Sistem pendidikan diatur sedemikian rupa sehingga mampu
menghasilkan tenaga kerja menurut spesifikasi yang tgelah diproyeksikan dalam
batas kemampuan keuangan negara. Para pengembang kurikulum bertugas untuk
mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
c. Pendidikan
Ketrampilan untuk Kehidupan Praktis
Keterampilan yang diperlukan
bagi kehidupan sehari-hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak
hanya bercorak ketrampilan kan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan
sikap, yakni:
1) Keterampilan untuk mencari nafkah
dan rangka sistem ekonomi suatu negara.
2) Keterampilan untuk mengembangkan
masyarakat.
3) Keterampilan untuk menyumbang
kepada kesejahteraan umum.
4) Keterampilan sebagai warga
negara yang baik.
Pendekatan ini menggabungkan humanisme dengan
pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan pembangunan nasional.
III.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang diuraikan, kami menyimpulkan bahwa pada
dasarnya ada tiga pendekatan dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum,
yaitu: pendekatan berdasarkan materi, pendekatan berdasarkan tujuan, dan
pendekatan berdasarkan kemampuan. Kemudian dilihat dari cakupan
pengembangannya, ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan
kurikulum, yaitu pendekatan top down
atau pendekatan administratif dan pendekatan gras root. Selanjutnya, para ahli kurikulum selama
ini telah mendapatkan sejumlah pendekatan umum dalam pengembangan kurikulum
masing-masing berdasarkan fokus utama tertentu. Pendekatan pendekatan tersebut yaitu: pendekatan bidang studi,
pendekatan interdisipliner, pendekatan rekonstuksionisme, pendekatan
humanistik, pendekatan “accountability”,
dan pendekatan pembangunan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Dakir. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta:
Rineka Cipta. 2010.
Nasution. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi
Aksara. 1999.
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan
Praktik Pengembangan KurikulumTingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana.
2010.